I.                   PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Usaha yang bergerak dalam di bidang ternak sapi di Indonesia membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan populasi setiap tahunnya. Dalam menanggulangi masalah itu dibutuhkan teknologi tepat yang bisa diterapkan secara mudah dan efisien. Salah satu teknologi yang bisa digunakan yaitu inseminasi buatan. Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu bentuk bioteknologi dalam bidang reproduksi yang memungkinkan manusia untuk mengawinkan hewan betina tanpa perlu seekor pejantan utuh. Inseminasi buatan sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik hewan di masa yang akan datang (Kartasudjana, 2001).
Prinsip dari pelaksanaan inseminasi buatan yaitu pencurahan semen ke dalam saluran reproduksi hewan betina pada saat estrus dengan tujuan agar sel telur yang diovulasikan hewan betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina menjadi bunting dan melahirkan anak. Namun pada perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan) (Sugoro, 2009).
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalan inseminasi buatan adalah kegiatan penampungan semen. Penampungan semen merupakan salah satu mata rantai kegiatan Inseminasi Buatan (IB) untuk mendapatkan semen dengan kualitas yang optimal, sehingga seluruh mata rantai harus berjalan dengan baik untuk menghasilkan kualitas semen terbaik.  Penampungan semen sangat menentukan kualitas semen, penampungan yang salah mengakibatkan kualitas semen yang dihasilkan tidak memenuhi syarat untuk insemeinasi buatan. Sehingga diperlukan keahlian khusus dan tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak ahli.

1.2.            Rumusan masalah
Seiring dengan berkembangnya teknologi maka dalam manajemen reproduksi ternak, peternak mulai meninggalkan kawin alam dan lebih mengutamakan inseminasi buatan pada ternak yang dimilikinya. Sehingga balai inseminasi buatan (BIB) harus menghasilkan semen beku yang berkualitas. Semen beku yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu teknik penampungan semen. yang menjadi permasalahan adalah metode mana yang paling baik diterapkan  untuk mengasilkan semen yang berkualitas dan bebas dari kontaminasi. Untuk itu perlu dibahas lebih lanjut mengenai penampungan semen dengan metode vagina buatan.

1.3.            Tujuan dan manfaat
A.          Tujuan 
1.      Untuk mengetahui pentingnya penampungan semen dalam inseminasi buatan
2.      Untuk mengetahaui metode-metode penampungan semen
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap metode penampungan semen
B.           Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui informasi tentang serangkaian proses dan metode dalam penampungan semen.





II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1.            Inseminasi Buatan (IB)
Menurut Hafez (1993) Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Tujuan IB adalah mendapatkan ternak unggul maupun perbaikan genetik keturunan ternak-ternak lokal yang ada di masyarakat dengan cara-cara yang efisien dan praktis menggunakan semen dari pejantan unggul dan terpilih.
Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993).
Namun dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ternak betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan). Tujuan dari IB itu sendiri adalah sebagai satu alat yang ampuh yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif (Toelihere, 1985).
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.

2.2.            Manfaat  Inseminansi Buatan(IB) Dalam Pengembangan Peternakan
Teknologi IB sudah berkembang cukup baik pada ternak sapi, namun pada ternak kerbau keberhasilan yang dicapai dari teknologi IB masih relati rendah yakni 30% sampai 50% untuk aplikasi dilapangan dan 60% untuk aplikasi dilapangan(herdis, 1999) .
Keberhasilan program IB ditentukan oleh empat fektor yaitu kualitas semen pejantan, kesuburan ternak pejantan, keterampilan teknisi dan pengetahuan zooteknik peternak. Keempat factor tersebut tidak berdiri sendiri tetapi tergantung secara merata pada semua faktor  tersebut. Kelemahan pada satu faktor akan menurunkan secara drastisnilai akhir efesiensi reproduksi (toelehere, 1997).
Pada teknologi IB perbaikan mutu genetic dapat dilakukan dengan memaksimalkan daya guna pejantan unggul. Sebagai ilustrasi, pada perkawinan alami seekor pejantan hanya mampu melayani 50 sampai 70 ekor betina pertahun. Sedangkan inseminasi buatan, seekor pejantan mapu melayani 5.000 sampai 10.000 ekor betina per tahun. Bahkan beberapa pejajantan unggul mampu menghasilkan 100.000 sampai 200.000 anak selama masa hidupnya (toelehere, 1885). Berdasarkan ilustrasi tersebut teknologi ib sangat layak  dikembangkan karena merupakan teknologi tepat guna yang cocok dengan kondisi peternakan di Indonesia.
Dilihat dari segi manfaat yang akan diperoleh keuntungan dari teknologi IB adalah :
1.            Memperpendek jarak antar kelahiran (calving interval)
2.            Meningkatkan pemanfaatan pejantan unggul
3.            Mengatasi kendala jarak waktu
4.            Mencegah penularan penyakit hewan menular melalui alat kelamin
5.            Menghemat dana karena tidak perlu memelihara pejantan
6.            Memperbaiki mutu genetic ternak melalui pejentan unggul
teknolgi IB sangat bermanfaat untuk digunakan pada betina-betina yang dalam keadaan estrus dan berovulasi  tetapi tidak mau dinaiki pejantan(toelehere, 1985).

2.3.            Metode penampungan semen
Berbagai cara penampungan semen untuk keperluan inseminasi buatan telah banyak dilakukan dan dikembangkan. Diantaranya dengan cara menyedot sperma dari vagina   sesudah kawin alam. Ada pengumpulan semen pada sapi dengan cara masase atau pengurutan yaitu memasukkan tangan ke dalam rectum dan mengurut bagian saluran reproduksi hewan jantan yang mengandung semen, hingga semen itu mengalir ke luar melalui penis. Ada juga dengan cara elektro ejakulasi yaitu dengan menggunakan rangsangan listrik (Toelihere, 1985).
Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah (volume)-nya banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan. Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh factor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu hormon, metabolism, keturunan, makanan, umur, dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung, cuaca, saranan penampungan termasuk teaster dll. Maka untuk mendapatkan semen yang memenuhi syarat adalah mengamati dan memperhatikan perilaku setiap pejantan yang akan ditampung semennya. (Sufyanhadi, 2012)
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan penampungan semen diantaranya :
1.            Metode Pengurutan (Masase)
Metode penampungan semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar (sapi, kerbau, kuda), dan pada ternak unggas (kalkun dan ayam). Pada ternak besar metode pengurutan ampulla vas deferens diterapkan apabila hewan jantan tersebut memiliki potensi genetik tinggi akan tetapi tidak mampu melaku-kan perkawinan secara alam, baik karena nafsu seksualnya rendah atau mempu-nyai masalah dengan kakinya (lumpuh atau pincang/cedera). Sedangkan pada ternak ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan satu-satunya metode penampungan yang paling baik hasilnya (Sufyanhadi, 2012).
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Case pada tahun 1925, dan kemudian diikuti oleh Miller dan Evans pada tahun 1934. Teknik yang dilakukan adalah dengan cara memasukkan tangan sepanjang 18 – 25 cm ke dalam rektum dan kemudian dilakukan pengurutan pada bagian kelenjar vesicularis dan ampulae dari bagian depan ke belakang. Pengurutan ini dilakukan selama dua menit dan biasanya akan dihasilkan semen.
Metode ini jarang dilakukan karena diperlukannya ketrampilan khusus serta pengalaman dalam hal pengurutan bagian ampulae melalui rektum. Dari hasil penelitian sedikit sekali sapi-sapi jantan yang merespons metode ini. Kendala lain dari metode ini adalah semen yang dihasilkan tidak bersih dan mengandung lebih banyak kuman dibandingkan dengan penampungan semen cara lain. Daerah preputium dan sekitarnya harus dibersihkan dan disepul dengan larutan NaCl. Penampungan semen dengan metode pengurutan ini lebih mudah pada pejantan Angus muda dibandingkan dengan pejantan tua, sapi Hereford dan Santa Gertrudis.
Teknis penampungan semen dengan metode ini adalah sebagai berikut :
1.    Selama pengurutan atau penampungan semen, pejantan tidak boleh diperlakukan kasar dan harus dibiarkan relaks.
2.    Saat memasukkan tangan ke dalam rektum harus diberi pelicin terlebih dahulu.
3.    Rektum dibersihkan dari feses
4.    Lakukan pengurutan pada kelenjar Vesikularis secara perlahan-lahan selama beberapa menit dengan cara menekan jari ke bawah dan ke belakang ke arah urethra hingga keluarnya cairan semen, yakni berupa cairan keruh yang mengandung sperma
5.    Asisten siap menampung semen yang keluar dari penis dengan bantuan corong gelas dan tabung gelas dari preputium atau dari penis
6.    Selanjutnya lakukan pengurutan pada ampulae vas deferens dengan cara yang sama
Kelemahan metode pengurutan :
a.       Semen yang dihasilkan berkualitas rendah
b.      Resiko kontaminasi urine dan jasad renik cukup tinggi

2.            Metode Vagina Tiruan
Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung spermatozoa dimana alat tersebut akan dikondisikan sebagaimana vagina asli dari ternak tersebut. Struktur dari alat ini adalah sebagai berikut :
a.       Lapisan luar yang terbuat dari bahan plastik atau karet.
b.      Lapisan dalam terbuat dari bahan seperti balon yang lembut, karena lapisan ini adalah tempat masuknya penis, sehingga tidak menyebabkan iritasi pada penis.
c.       Saluran tempat masuknya air dan udara.
d.      Selongsong penampungan.
e.       Tabung digunakan untuk menampung sperma dan diletakkan diujung selongsong.
Penampungan semen menggunakan vagina tiruan merupakan metode yang paling efektif diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak kecil (domba, kambing, dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus. Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina tiruan ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode sebelumnya, semen yang diha silkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena metode penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam. Sapi jantan dibiarkan menaiki pemancing yang dapat berupa ternak betina, jantan lain, atau panthom (patung ternak yang didesain sedemikianrupa sehingga oleh pejantan yang akan ditampung semennya dianggap sebagai ternak betina).
Cara yang paling populer untuk penampungan semen yaitu dengan menggunakan suatu alat yang disebut vagina buatan. Model vagina buatan yang berkembang sampai sekarang awalnya merupakan model pertama yang dikembangkan oleh sarjana Rusia, kemudian dikembangkan oleh negara-negara lain. Model Denmark yang paling banyak dipakai di Indonesia mempunyai ukuran 40,7 cm dan diameter bagian dalamnya 5,7 cm. Dimensi alat ini dapat berubah sesuai dengan ukuran besar, umur, dan bangsa sapi. Vagina buatan secara umum clan meluas telah banyak dipakai untuk penampungan semen pejantan sapi perah atau sapi potong pada pusat-pusat 113 . Pemakaian alat vagina buatan merupakan simulasi yang sempurna terhadap perkawinan secara alami, dan semen tertampung dengan kualitas yang jauh lebih baik daripada metoda lainnya . Alat ini dapat mengatasi kerugian yang diperoleh dengan pengurutan atau dengan elektro ejakulator. Dengan menggunakan vagina buatan dapat diperoleh semen yang bersih, maksimal dan spontan keluar (Toelihere, 1985).
3.            Metode Elektrojakulator
Apabila penampungan semen tidak bisa dilakukan dengan metode vagina buatan dikarenakan ternak tidak cukup terlatih untuk ditampung, maka perlu dilakukan penampungan dengan menggunakan alat ini. Perbedaan yang utama dari penampungan vagina buatan adalah volume yang didapatkan dengan elektro ejakulator adalah dua kali lapit lebih besar dari vagina buatan, sedangkan densitasnya adalah separuhnya. Meskipun demikian, perbaikan densitas dapat dilakukan dengan membuang bagian yang tidak mengandung spermatozoa. Bagian ini keluar dulu setelah dirangsang, kemudian rangsangan dilanjutkan dan penampungan ini menghasilkan semen dengan densitas yang baik.  Penampungan semen menggunakan metode ini adalah upaya untuk memperoleh semen dari pejantan yang memiliki kualitas genetik tinggi tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara alam akibat gangguan fisik atau psikis. Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan pada ternak kecil seperti domba dan kambing karena pada ternak besar lebih mudah dilakukan melalui metode pengurutan ampula vas deferens (Rinaldi, 2012).







III.             PEMBAHASAN

2.1.            Pemilihan Pejantan
Menurut  SNI semen beku sapi dan kerbau (2008), pejantan harus di seleksi berdasarkan  setandar bibit yang berlaku, yaitu garis keturunannya (pedigree/silsilah) kemampuan prediksi dan reproduksi keturunannya (progeny) yaitu sebagai berikut.
1.            Pejantan yang di pelihara adalah pejantan unggul yang telah lulus uji berasal dari hasil
a.       penjaringan ternak. Penjaringan ternak oleh unit pelaksana teknis di daerah harus mengukuti petunjuk teknis penjaringan yang telah di tetapkan.
b.      Pengadaan dari luar.
2.            Persaratan teknis. Pejantan yang di pelihara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a.        Memiliki catatan silsilah tetuanya.
b.      Terseleksi secara benar dan terarah sebagai pejantan unggul berdasarkan catatan kemampuan produksi dan reproduksi dari garis keturunan nya.
c.       Memenuhi persyaratan kesehatan hewan.
3.            Persyaratan reproduksi pejantan telah melalui uji peforma dengan hasil sebagain berikut.
a.        Libido tinggi
b.      Lingkar skrotim breed/ rumpun sesuai dengan setandar yang di tentukan.
4.            Identifikasi pejantan mutlak di lakukan untuk pencatatan, pengamatan dan penandaan produksi semen yang meliputi
a.        Pemasangan identitas pejantan/
b.      Data pejantan (nama, kode pejantan). Kode pejantan terdiri dari  5-6 digit,1-2 digit pertama menandakan kode bangsa,  2 digit tengah menandakan tahun kelahiran pejantan,  2 digit terahir menandakan no urut pejantan.
Sapi pejantan pemacek diperlukan hanya sebagai donorseperma (Murtidjo, 1990). Sapi pejantan tersebut tidak di kawinkan secara alami. Manfaat ekonomi dari metode ini adalah bahwa seekor sapi pejantan pemacek sebagai sumber seperma dapat di pergunakan untuk mengawini sapi betina sampai 20000 ekor per tahun. Sedangkan sapi pejantan yang di kawinkan secara alamiah dalam satu tahun sengan1-2 kali perkawinan/minggu hanya mampu melayani 120 ekor betina per tahun dengan menghasilkan pedet 75-100 ekor saja. Selanjudnya sudono (1984) menyatakan bahwa sapi pejantan pemacekbila dapat di pakai sebagai pejantan pemacek bila  telah berumur 15-18 bulan dan sudah dewasa tubuh.
Berikut adalah bangsa-bangsa sapi pejantan yg telah ada di Indonesia.
a.      Bangsa Brahman
Brahman merupakan sapi pengembangan dari keturunan zebu atau nellore (Bos indicus) yang berkembang pesat di Amerika Serikat. Sapi brahman banyak digunakan untuk perkawinan silang dalam rangka mendapatkan sapi yang cocok di daerah tropis. Sapi ini banyak berkembang di Amerika Serikat. Ciri khas Sapi Brahman adalah mempunyai punuk yang besar dan berkulit longgar, gelambir dibawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan-lipatan. Telinga panjang menggantung dan berujung runcing. Bulunya yang tipis dan berwarna putih atau kelabu. Otot tubuh kompak dan berpunuk. Kepala besar dan tidak bertanduk. Paha besar dan kaki panjang, gelambir mulai dari rahang bawah sampai ujung tulang dada depan tidak terlalu berlipat-lipat (Agus, 2007).
b.      Bangsa Madura
Sapi Madura adalah salah satu bangsa sapi asli Indonesia yang banyak didapatkan di Pulau Madura. Salah satu kelebihan sapi Madura adalah tahan terhadap kondisi pakan yang berkualitas rendah. Namun ada kecenderungan bahwa mutu sapi Madura menurun produktivitasnya atau terjadi pergeseran nilai produktivitas dari waktu ke waktu. Sapi Madura tergolong sapi yang berukuran kecil. Tinggi sapi jantan berkisar 120 cm dan betina 105 cm. Sapi madura berwarna merah coklat atau coklat tua dengan warna putih tanpa batas yang jelas disekitar pantat. Warna putih juga ditemui pada daerah kaki serta sedikit di sekitar moncong. Bobot hidup berkisar 220 - 250 kg, dengan berat karkas berkisar 50,96% - 51,72%. Libido sapi jantan sangat kuat namun, produksi semen agak rendah. Sapi jantan mempunyai rata-rata 1,0 - 1,3 ml per-ejakulasi dengan konsetrasi 409 juta spermatozoa. Pada sapi jantan, gumba berkembang dengan baik sedangkan sapi betina, gumba tidak tampak jelas. Tinggi gumba pada sapi jantan kelas I minimal 121 cm, kelas II minimal 110 cm dan kelas III minimal 105 cm. Tinggi gumba sapi betina kelas I minimal 108 cm, kelas II minimal 105 cm, kelas III minimal 102 cm. Sapi madura jantan berumur 24-36 bulan sedangkan sapi betina berumur 18-24 bulan (Soeprapto, 2006).
c.       Bangsa Bali
Sapi bali merupakan keturunan dari banteng (Bos sondaicus) yang telah dijinakkan. Sapi jenis ini berwarna coklat muda. Namun, warna sapi bali jantan akan berubah menjadi lebih tua. Salah satu ciri fisik dari sapi Bali yaitu memiliki warna putihpada bagian pantat dan kaki. Keunggulan sapi Bali di antaranya mutu daging bertekstur lembut dan tidak berlemak (Yulianto dan Saparinto, 2010).
d.      Bangsa Simental
Sapi simental banyak dijumpai di Eropa. Sapi jenis ini merupakan sapi dwiguna, yaitu sapi yang menghasilkan susu dan daging. Sapi ini keturunan dari Bos taurus yang berasal dari Switzerland (Yulianto dan Saparinto, 2010). Secara morfologi, sapi Simental memiliki ciri fisik tidak berpunuk, tidak bergelambir, pada bagian kepala memiliki warna bulu putih.
Selain bangsa yang empat tersebut ada bangsa lainnya seperti limousin, Bangsa Aberdeen angus, brangus, Bangsa Friesian Holstein (FH), dan ongole.

2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Semen Segar
2.2.1.      Metode Penampungan
Metode penampungan sangat mempengaruhi kualitas semen segar, pada saat iniuntuk ternak sapi keberhasilan ib cukup baik sehingga harus lebih ditingkatkan kualitas semen yang dihasilkan.  Saat ini metode penampungan semen yang banyak digunakan adalah metode dengan menggunakan vagina buatan (VG). Metode lain yang dapat diaplikasikan adalah metode elektroejakulator. Metode ini biasa digunakan pada ternak jantan yang tidak dapat menaiki ternak betina akibat faktor usia atau akibat traumatika karena terjadi kecelakaan. Melihat pentingnya proses penampungan maka perlu metode yang tepat untuk menghasilkan semen sapi yang baik. Dari ketiga metode tersebut yang paling baik diterapkan untuk sapi adalah metode vagina buatan karena terbukti mampu meningkatka kualitas semen.jadi, metode penampungan mempunyai pengaruh besar terhadap kelanjutan inseminasi buatan
2.2.2.      Umur Pejantan
Syarat ternak pertama kali dikawinkan yaitu dewasa tubuh, oleh karena itu sapi jantan pada umur 36 bulan sudah siap untuk dikawinkan dibandingkan sapi jantan sebelum umur tersebut. Volume, konsentrasi dan jumlah spermatozoa motil per ejakulat cenderung meningkat seiring bertambahnya umur pejantan sampai mencapai umur 5 tahun (Mathoven et al. 1998). Pejantan yang berumur 2 sampai 7 tahun dapat menghasilkan semen terbaik dengan angka kebuntingan yang tinggi pada betina yang dikawini jika dibandingkan dengan umur pejantan di luar interval umur tersebut (Animasari, 2009).
Mathoven et al. (1998) menyatakan, semen sapi jantan kurang dari 3 tahun menghasilkan volume semen 5,48 ml. bertentangan dengan pendapat Mawarti (2004) yang menyatakan, individu yang berumur 2 - 4 tahun cenderung menghasilkan volume semen lebih banyak kemudian berangsur-angsur menjadi sedikit seiring dengan penambahan jaringan testis.

2.2.3.      Frekuensi penampungan
Wahyuningsih (2013) menyatakan Frekuensi penampungan dari 18 – 24 x selama 3 bulan menghasilkan volume rata-rata lebih banyak dibanding dengan frekuensi penampungan 25 – 30 dan 31 – 36 x selama 3 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ax et al. (2000), frekuensi ejakulasi yang sering mengakibatkan rata-rata volume semen yang dihasilkan rendah. Zeidan et al. (1998) dalam Munfarida (2004) menjelaskan bahwa semakin tinggi frekuensi ejakulasi maka akan terjadi penurunan volume semen segar, total spermatozoa dan motilitas spermatozoa per ejakulasi. Sumeidana, et al. (2007) rata-rata volume semen yang dihasilkan oleh bangsa sapi Siemmental sebesar 6,33 ± 1,57 ml dengan kisaran 4,10 – 8,75 ml. Hafez (2000) menyatakan, volume semen sapi berkisar antara 5 – 8 ml/ejakulasi. Standar Operasional (SOP) semen beku BIB Lembang (2011), volume semen yang digunakan masih memenuhi syarat yaitu ≥ 3 ml. dan beberapa faktor lain seperti pemancing, penampung semen, waktu pemerahan dan lingkungan.
2.3.            Penampungan semen sapi dengan metode vagina buatan
Vagina buatan adalah Sebuah silinder keras dan kaku, terbuat dari karet. Mempunyai panjang kira-kira 30 cm, diameter ± 6 cm clan tebalnya ± 0,5 cm. Pada 1/3 bagian dari salah satu ujungnya terdapat lubang penutup yang bisa dibuka dan ditutup. Gunanya untuk jalan keluar masuknya air dan ventilasi udara. Sebuah selongsong karet yang permukaannya agak halus berdiameter ± 6 cm dan panjang ± 50 cm. Digunakan sebagai lapisan dalam dari tabung. Corong yang terbuat dari karet, mulutnya berdiameter ± 7 cm, ekornya berdiameter ± 1,5 cm dan panjangnya ± 26 cm. Pada badan corong dibuat turisan kecil untuk keluarnya udara. Tabung untuk penampungan semen terbuat dari kaca yang ujungnya lancip, lebih baik yang berskala. Dapat juga dipakai tabung sentrifuge yang berskala sampai 15 ml. Bahan pelicin dipakai untuk melicinkan mulut Vagina Buatan . Pelicin yang biasa dipakai adalah Jelly. Kalau tidak ada bisa menggunakan vaselin.

2.3.1.      Cara memasang karet pada Vagina Buatan
1.      Sebelum pemasangan harus diperhatikan benar bahwa semua bagian - bagian vagina buatan, karet dan gelas sebelum diratakan harus dalam keadaan kering dan bersih untuk mencegah kontaminasi pada semen.
2.      Selongsong karet dimasukkan ke dalam tabung karet, lalu kedua ujung selongsong karet dibuka, dikuakkan dan ditempelkan pada bibir tabung kemudian diikat dengan karet.
3.      Corong karet dipasang pada salah satu ujung tabung tersebut dan ikat dengan karet kemudian tabung penampung dipasang pada ekor corong karet dan dikuatkan dengan karet gelang.
4.      Tabung penampung dibungkus dengan selongsong kain atau bisa dengan kertas tissu dan dilapisi bagian luamya dengan alumunium foil. Gunanya untuk menghindari sinar matahari .
5.      Air panas antara 48-60°C dimasukkan melalui lubang pada tabung vagina buatan . Tutup lubangnya agar air tidak dapat ke luar. Jumlah air yang dimasukkan harus sedemikian rupa sehingga isi dapat menyebar sewaktu pejantan mendorong penisnya ke depan untuk berejakulasi, biasanya setengah sampai dua pertiganya.
6.      Cipratan air dikeringkan dengan serbet atau kertas tissu. Perlakuan ini diperlukan supaya suhu vagina buatan antara 42-45°C dan keberhasilan ejakulasi bisa dicapai. Setelah lubang air ditutup, lubang ventilasi udaranya dibuka pelanpelan, udara ditiupkan ke dalamnya sampai karet selongsong kelihatan agak menggembung. Tutup kembali lubang udaranya
7.      Oleskan jelly pada permukaan selongsong karet yang menggembung, diratakan dengan termometer pada permukaannya
8.      Kemudian ujung termometer dimasukan ke dalam selongsong karet tadi untuk pengukuran air panas. Suhunya antara 42-45°C. Apabila kurang dari 42°C, sebaiknya air diganti dengan yang lebih panas.
9.      Vagina buatan siap dipakai untuk penampungan semen Kondisi air ini bisa berubah-ubah tergantung kepada suhu udara lingkungan, jenis pejantan dan jarak waktu antara pemasukan air clan penampungan semen. Lebih dingin suhu di vagina atau suhu lingkungan (suhu udara luar) harus lebih panas air yang dipakai. Apabila suhu vagina buatan terlalu rendah, pejantan tidak mau berejakulasi. Kalau terlalu panas, akan membunuh spermatozoa atau menyakiti pejantan dan menyebabkan takut atau enggan melayani vagina buatan .
Gambar 1. Bagan Vagina Buatan
(Sumber: Toelihere, 1985)
3.3.2.      Persiapan kandang, pejantan dan hewan pemancing
Lokasi penampungan harus bersih dan kering. Kotoran dan lumpur dibersihkan dulu. Suasana di sekitar lokasi penampungan harus tenang dan tidak banyak orang yang menonton. Kandang penampung mempunyai lantai atau tempat berpijak yang tidak licin. Atau bisa juga tempat berpijak sapi jantan dialasi dengan keset yang terbuat dari sabut kelapa berukuran 2x2 m. Sebelum penampungan semen dimulai, praeputium dan daerah sekitarnya harus dicuci dengan air hangat, kemudian dikeringkan. Rambut di ujung praeputium tidak boleh terlalu panjang tetapi jangan digunting terlalu pendek, cukup ditinggalkan 2-5 cm. Penampungan semen dilakukan di tempat penampungan yang khusus. Kondisi pejantan harus dalam keadan sehat, jangan ditakut-takuti clan disakiti, jangan dibuat marah, misalnya karena tidak mau ke luar dari kandang lalu dipecut. Penampungan semen yang terlalu sering dalam satu minggu, jika terus menerus dilakukan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen. Penampungan yang dilakukan satu sampai dua kali seminggu akan menjaga
kualitas dan kuantitas semen serta kondisi pejantan tetap baik (partodihardjo,1980).
Ke dalam kandang penampungan diikatkan seekor sapi betina sebagai hewan pemancing. Dapat juga dipakai sapi jantan kebiri atau jantan yang pendiam. Yang paling baik adalah sapi betina yang sedang berahi . Bagian belakang dari hewan pemancing sekitar pangkal ekor harus dibersihkan dari kotoran - kotoran yang menempel.

3.3.3.      Perawatan hewan yang akan ditampung
Pejantan harus selalu dalam keadaan bersih, dimandikan setiap hari supaya terhindar dari penyakit dan lalat-lalat yang ada di sekitarnya. Harus disemprot dengan anti septik, misalnya Lysol, savlon Persediaan air minum harus selalu ada dan setiap hari harus diganti dengan air bersih . Pemberian makanan dilakukan dua kali dalam sehari, pagi dan siang. Rumput yang diberikan harus masih segar clan sudah dicacah supaya tidak ada yang terbuang. Biasanya yang diberikan adalah rumput raja atau rumput gajah. Pemberian konsentrat atau makanan penguat juga dilakukan dua kali dalam sehari . Pemberian konsentrat biasanya lebih didahulukan dari pada pemberian rumput .

3.3.4.      Cara penampungan semen
Untuk mendapatkan semen yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik, perlu dibuat rangsangan pada sapi jantan yang akan ditampung dengan melakukan pengekangan terhadap pejantan, dengan jalan membawa pejantan itu mendekati hewan pemancing lalu membawanya pergi lagi. Membiarkan pejantan itu menaiki hewan pemancing tetapi tidak ditampung semennya. Pengekangan ini disebut false mount. Satu false mount meninggikan konsentrasi sperma 50 % dan dua false mount menyebabkan peninggian konsentrasi dua kali lipat konsentrasi sperma yang diperoleh tanpa pengekangan (Hale Dan Almquist, 1960 ) Rangsangan ini dapat diulangi satu atau dua kali.
Pada penunggangan berikutnya baru ditampung semennya.Untuk mempertahankan libido pemancing harus diganti-ganti (Toelihere,1985) . Pada saat penampungan, penampung berdiri di samping kanan, memegang vagina buatan pada tangan kanan dan mengarahkannya kira-kira 45° ke atas pada garis horizontal pemancing. Penampung harus sabar menunggu pejantan ereksi dan menaiki pemancing. Waktu untuk menampung harus tepat. Hal ini dapat diperoleh karena pengalaman atau kebiasaan. Sesudah pejantan berereksi secara sempurna dan menaiki pemancing pada saat itulah dilakukan penampungan. Dengan telapak tangan kiri yang mengarah ke atas, preputium digenggam dan penis yang ereksi ditarik kesamping ke arah vagina buatan.
Penis itu sendiri tidak boleh digenggam dan tersentuh karena dapat menyebabkan pejantan menarik kembali penis ke dalam preputium dan turun kembali, tetapi kadang-kadang dapat terjadi ejakulasi sebelum penis memasuki vagina buatan. Ujung penis dikenakan ke mulut vagina buatan. Pejantan harus dibiarkan mendorong sendiri penisnya ke dalam vagina buatan, karena gerakan ini yang berupa gesekan perlu untuk ejakulasi. Apabila penampung yang mendorong vagina buatan menutupi penis yang ereksi, maka kebanyakan pejantan tidak mau berejakulasi .
 Ejakulasi ditandai dengan adanya suatu dorongan tiba-tiba ke depan dan kaki-kaki belakang pejantan terangkat seolah-olah hendak melompati betina. Sesudah ejakulasi, pejantan bergerak turun dan vagina buatan ditarik perlahan-lahan ke depan. Setelah penis terlepas ke luar, vagina buatan segera dibalikkan vertical dengan tabung penampung berada di bawah, lalu lubang ventilasi udara dibuka sedikit. Atau bisa juga vagina buatan diputar perlahan-lahan membentuk angka 8 supaya semen yang tertampung dapat turun dan masuk ke dalam tabung penampung . Setelah kira-kira semua semen turun ke dalam tabung penampung, maka tabung penampung dilepas dari ekor corong karet dan ditutup . Lalu disimpan dalam termos berisi air hangat 37°C. Semen ini siap dibawa ke laboratorium untuk dievaluasi .
Gambar 2. Proses penampungan semen dengan menggunakan Vagina Buatandengan bantuan hewan pemancing
Sumber : (Sumber : Toelihere, 1985)

Gambar 3. Penampungan semen dengan dummy cow
3.4.            Kelebihan penampungan semen dengan menggunakan vagina buatan
Penampungan semen menggunakan vagina tiruan merupakan metode yang paling efektif diterapkan pada ternak besar sapi yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus. Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina tiruan ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode lainnya, semen yang dihasilkannya lebih bersih, kualitas lebih baik, maksimal dan spontan keluar. Hal ini terjadi karena metode penampungan ini meru-pakan modifikasi dari perkawinan alam.
Sapi jantan dibiarkan menaiki peman-cing yang dapat berupa ternak betina, jantan lain, atau panthom (patung ternak yang didesain sedemikian rupa sehingga oleh pejantan yang akan ditampung semennya dianggap sebagai ternak betina). Ketika pejantan tersebut sudah me-aiki pemancing dan mengeluarkan penisnya, penis tersebut arahnya dibelokkan menuju mulut vagina tiruan dan dibiarkan ejakulasi di dalam vagina tiruan. Vagina tiruan yang digunakan dikondisikan supaya menyerupai kondisi (terutama dalam hal temperatur dan kekenyalannya) vagina yang sebenarnya. Mengingat ternak jantan yang akan dijadikan sumber semen harus memiliki kondisi badan yang sehat dan nafsu seksual yang baik, maka sebaiknya kita mengutamakan metode penampungan semen menggunakan vagina tiruan pada sapi.
Vaginan tiruan lebih mudah dilakukan dan tidak perlu keahlian khusus sehingga mudah diterapkan dibandingkan metode lain. Sehingga untuk mendapatkan  semen segar yang  berkualitas maka metode vagina buatan hars diterapkan dan dikembangkan guna meningkatkan bibit unggul dan populasi ternak sehinnga mampu memenuhi permintaan pasar.
IV.             KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.            Kesimpulan
1.            Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
2.            Metode penampungan semen ada 3 yaitu metode elektrojakulator, metode vagina buatan dan  metode pengurutan (masase).
3.            Metode vagina buatan cocok digunakan untuk penampungan semen ternak sapi.
4.            Kelebihan metode vagina buatan adalah  penggunaan lebih mudah dibandingkan metode elektrojakulator dan metode pengurutan, selain itu menghasilkan semen banyak dan memiliki kualitas baik.
5.            Teaser  (pemancing) yang digunakan pada saat proses penampungan adalah sapi betina, sapi jantan kebiri atau jantan pendiam, atau bisa menggunakan dummy cow (hewan tiruan).

4.2.            Saran
Penampungan semen pada ternak bos indicus lebih baik menggunakan pemancing sapi jantan ataupun betina dibandingkan dengan dummy cow karena kebanyakan ternak tidak bereaksi dengan baik dan menghasilkan semen yang berkualitas rendah dengan jumlah yang sedikit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah reproduksi unggas

agrostologi

tingkah laku babi