tingkah laku hewan induk anak


DIKTAT TINGKAH LAKU TERNAK
SUB KAJIAN : TINGKAH LAKU INDUK ANAK
Oleh : Teysar Adi S., S.Pt, M.Si
2007


Pendahuluan

Tingkah laku hewan didefinisikan sebagai ekspresi dari sebuah usaha untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri perbedaan kondisi internal maupun eksternal. Dapat juga didefinisikan sebagai respons hewan terhadap stimulus / rangsangan. Tingkat kematian anak setelah kelahiran pada ternak ruminansa dan babi secara nyata mempengaruhi tingkat keuntungan pada satu usaha peternakan dan juga kemajuan genetika melalui pengaruhnya terhadap seleksi diferensial. Kebanyakan kematian anak terjadi beberapa hari setelah kelahiran dan mungkin dapat disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor. Faktor-faktor ini termasuk karakteristik induk dan anak yan dalam hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetika atau pengaruh faktor lingkungan dan atau interaksi antara faktor-faktor tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah : bobot lahir, “litter size”, kemampuan induk, dan daya tahan anak yang baru dilahirkan. Kematian anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti iklim, jumlah ternak dalam kandang / padang rumput, keadaan lokasi, tingkat pakan selama masa akhir kebuntingan, dan interaksi yang kompleks diantara faktor tersebut yang mempengaruhi kekuatan ikatan induk dan anak.
Tabel 1.1. menunjukkan kematian anak setelah lahir pada ruminansia kecil yang diperoleh beberapa peneliti dari hasil pengamatan di indonesia dan rata-rata nasonal di australia. Tingkat kematian anak domba dan kambing di Indonesia cukup tinggi mengingat faktor iklim tidak mempunyai peranan penting terhadap kematian anak setelah lahir seperti yang serng terjadi di australia dan selandia baru, dimana ternak domba dan kambing beranak di luar yaitu di padang rumput.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTQ8teEBhDQ2rHTC9fufb7e7BhSHJ2xX8juqWvXb2FbH8UBmY-UcftdcMweJpsRzD_8GFyKw26e9d17G8OgprvXQpdybCOJsWaIT7cEZGbZo-yDjHE8CRFtf87L2pRxm1BSdIfU-9O6EdX/s320/kematian_sblm_sapih.JPG
Kajian yang diberikan meliputi pembentukan jalinan secara menyeluruh antara induk – anak yang sangat mempengaruhi tingkat kehidupan anak yang baru lahir, berikut termasuk kajian endokrin dan pengaturan penginderaan dari tingkah laku keindukan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kehidupan anak setelah lahir dan beberapa alternatif yang dapat menurunkan angka kematian anak juga dikaji.
Ternak mamalia pada saat lahir tergantung sepenuhnya pada perlindungan induknya dan porduksi susu induk untuk kehidupan anaknya. Dengan demikian ikatan antara induk – anak sangat penting untuk segera dijalin. Jika anak harus hidup, maka induk – anak harus saling mengenal satu sama lain dan memperlakukan anggota lain dalam kelompoknya sebagai anggota asing.
Kebanyakan pola dasar dari tingkah laku selama eriode sebelum kelahiran hampir sama pada semua ternak dan telah banyak dipelajari. Alasan perlunya mempelajari tingkah laku ternak (hewan terdomestikasi) :
— Menerapkan manajemen dan memindahkan / mentrasportasikan ternak tanpa mengakibatkan stress yang berlebihan
— Mendesain fasilitas dengan kebutuhan ternak. fasilitas tersebut termasuk sistem perkandangan pada pengelolaan peternakan yang intensive, holding pens, sudut kemiringan alat saat loading dan unloading, kendaraan pengangkut, penetapan ketentuan untuk tindakan khusus seperti : penyembelihan, pencukuran dan dipping
— Mengatur penggembalaan dan berbagai jenis hama yang ada pada padang penggembalaan
— Mempelajari tingkah laku hewan peliharaan dan meningkatkan keterikatan antara hewan peliharaan dengan pemiliknya
— Pemenuhan kebutuhan akan tingkah laku tidak hanya akan meningkatkan produktivitas ternak namun juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi ternak.





Pada mulanya, setelah melahirkan, seekor induk akan menerima semua anak yang baru lahir, kemudian terjadi pembentukan suatu ikatan yang spesifik. Hal ini terdiri dari suatu pertukaran dua arah, yaitu induk harus dapat mengidentifikasi anak – anaknya sendiri dan anak – anaknya harus mengenal induknya sebagai satu – satunya nduk. Biasanya induk mengidentifikasi anaknya lebih cepat dan lebih menyeluruh pada ternak ruminansia. Permulaan ikatan dan pengnalan tergantung sepenuhnya pada bau. Periode sensitif dan kritis untuk ikatan terhadap anaknya dan sebaliknya terbatas pada suatu periode tertentu setelah lahir.


Pada kajian ini kita awali dari segi tingkah laku umum dari berbagai jenis hewan terkait dengan tngkah laku induk – anak

A. Arthropoda

— Menjaga dengan meletakkan telur dalam kantong pengeraman, atau ruang yang relative nyaman untuk perkembangan larva
— Penyediaan pakan kaya nutrisi sebagai sumber makanan di awal kehidupan dilakukan sebelum telur di letakkan
— Induk / pengasuh secara berkala memantau, membersihkan dan pada beberapa jenis serangga memberikan makanan kepada larva yang sedang tumbuh dan berkembang

B. Ikan
— Telur diletakkan pada tempat yang nyaman untuk perkembangan individu baru
— Beberapa jenis ikan membangun sarangnya dalam bentuk gelembung, terowongan, maupun pembangunan / pembersihan daerah tertentu dengan menggunakan akar-akaran, pasir , namun ada juga yang menetaskan dan mengasuh anaknya di dalam mulut.

C. Amphibi dan Reptile
— Beberapa jenis katak dan kodok menjaga telur hingga menetas pada bagian kulit di punggungnya (i.e. surinam toad).
— Beberapa jenis ular menjaga dan mengerami telurnya agar tetap hangat.
— Beberapa jenis buaya menggali lubang dan meletakkan telur di dalamnya untuk kemudian ditimbun kembali dengan tanah / compose untuk menghasilkan suhu brooding yang optimal.
— Hampir semua jenis amphibi dan reptile jarang memiliki maternal behavior, namun pada beberapa jenis buaya seperti alligator sebagaimana kita ketahui menjaga sarang dan anaknya setelah menetas hingga beberapa waktu.

D. Unggas
— Hampir semua unggas mengerami telurnya baik sendirian maupun bergantian dengan pasangannya
— Mekanisme mengasuh anak ini berkembang dengan baik pada unggas.
— Unggas memberikan supply makanan kepada anakan secara langsung (burung) maupun dengan cara mengajari untuk mencari sendiri dengan didampngi sang induk (ayam)dari mulai menetas hingga cukup memiliki kekuatan untuk terbang ataupun mencari makanan sendiri
— Induk menjaga anak dari serangan predator baik secara individual maupun mempertahankannya bersama-sama anggota koloninya (burung – burung laut/tepi pantai, i.e. camar)
— Beberapa jenis unggas (burung) parasite seperti cuckoos da cowbird tidak menunjukkan tingkah laku mengasuh anak, namun jenis unggas tersebut menitipkan perkembangan anaknya pada burung lain dengan cara bertelur pada sarang burung lain.
— Beberapa jenis unggas memiliki kemampuan unik dalam membangun sarangnya (i.e. burung Malee dari Australia yang membengun sarangnya dengan menumpuk sejumlah besar massa akar-akaran dari vegetasi tertentu yang mampu mendukung embrio berkembang dengan baik, dengan diikuti menutup sarangnya dengan pasir sehingga suhu brooding terjaga dengan baik

E. Mamalia
— Tingkah laku mengasuh anak berkembang dengan sangat baik pada mamalia
a) Kelahiran ;
b) Nursing
c) Grooming
d) Nest building
e) Transport of young
f) Defense of young
g) Play and tuition
h) Paternal behavior


E.a. Kelahiran
— Betina-betina biasanya melahirkan pada sarang ataupun tempat-tempat yang telah “terjadwal” secara spesifik sesuai dengan karakteristik spesies (i.e. terkait dengan migrasi dan ketersediaan pakan)
— Fase kelahiran pada kucing (4 tahap):
1. Contraction interval
2. Emerge interval
3. Delivery interval
4. Placental interval
5. Pergerakan tubuh hampir semuanya terjadi pada fase contraction dan emerge interval. Kucing betina berjongkok, merejan, ataupun membungkukkan badan disamping juga menunjukkan pola menggosokkan badan dan berputar putar. Setelah kelahiran terjadi, instinc untuk menjilati dilakukan terhadap anak, badannya sendiri ataupun lingkungan sekitarnya. Intense untuk menjilati menjadi semakin meningkat pada masa delivery. Pada fase tersebut, induk kucing menjilati corda umbilicalis dan plasenta, bahkan sering kali memakan membrane fetal dan corda umbilicalis. Pada placental interval induk akan memakan placenta kemudian dilanjutkan dengan menjilati tubuhnya, anaknya dan lingkungan di sekitar tempat melahirkan. Pola kelahiran ini berjalan dengan sangat spesifik pada jenis mamalia yang berbeda.

E.b. Nursing
— Mamalia memiliki hasrat kuat untuk mengasuh anaknya karena didukung dengan adanya kelenjar mammary.
— Mekanisme nursing terjadi pada semua jenis mamalia betina, biasanya terjadi dalam waktu yang tidak lama setelah melahirkan.
— Pada jenis kucing dan pengerat mekanismenya sangat berbeda-beda, namun secara prinsip terbagi menjadi tiga tahap :
a) Female approach : inisiasi dari induk, characteristic nursing posture (i.e. standing, lies near and and arches her body around)
b) Mutual approach : inisiasi dari keduanya (induk – anak)
c) Young approach : inisiasi dari anak > induk (induk mulai sering meninggalkan anak – menolak diikuti) – memaksa anak menjadi lebih siap untuk mandiri pada saat dewasa

E.c. Grooming
— Terjadi pada berbagai spesies
— Bagian pelage dijaga untuk selalu bersih, sering kali dilakukan dengan cara menjilati, meskipun pada primata jauh lebih berkembang (lebih banyan dilakukan dengan menggunakan tangan)
— Upaya menjilati bagian anogenital juga sering kali dilakukan untuk menstimulasi urinasi dan defekasi pada beberapa jenis spesies.

E.d. Nest Building
— Hampir semua jenis mamalia membangun sarangnya mendekati masa kelahiran, baik dalam bentuk kubah (tumpukan jerami, kompos dsb.), terowongan, menggali lubang, ataupun jenis material lainnya;
— Tidak jarang masih disertai dengan menyusun bulu/rambut sebagai sarang (kelinci)

E.e. Transport of Young
— Biasanya dilakukan dengan tujuan :
1. Mempertahankan kehidupan individu baru,
2. mengamankan dari serangan predator,
3. mencari tempat dengan cadangan pakan yang baik
— Cara yang ditempuh bermacam – macam
Membawa dengan mulut (ikan nila, buaya) ,
kantong pada perut (koala, kanguru), kulit
punggung (katak), ventral surface (baboon, wood
rat)
E.f. Defense of Young
— Pada hampir semua jenis mamalia, induk betina khususnya menjadi lebih cepat marah dan sangat protectif terhadap anaknya ketika berada didekat anaknya.
— Menjaga jarak agar anaknya tetap jauh dari pemangsa atau bahkan dari pejantan maupun kawanannya sendiri yang dianggap membahayakan anaknya. Upaya ini ditempuh dengan mengusir hewan lain yang mendekat ke sarangnya ataupun justru mengajak anaknya menghindar / pergi menjauh dan mencari tempat persembunyian dari intervensi hewan lain.

E.g. Play and Tuition
— Mekanisme bermain dan memberikan pelajaran terjadi sebagai bentuk interaksi antara induk – anak.
— Mekanisme bermain terutama diarahkan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan yang diperlukan sebagai bekal untuk mampu bertahan hidup pada saat dewasa kelak (i.e. kucing mengajari anaknya untuk berburu dengan mangsa yang telah dilemahkan, anak sapi belajar saling mendorong dan menanduk untuk dapat bertahan dalam sebuah pertarungan).

E.h. Paternal Behavior
— Tampak muncul pada beberapa spesies primata selain manusia
— Pada prinsipnya jantan memberikan kontribusi dalam mengasuh anak yang memiliki fungsi sama dengan induk betina kecuali dalam hal menyusui
— Memperbaiki daya hidup, body size anak dan stabilitas suhu tubuh pada berbagai kondisi suhu – terkait dengan rasa nyaman dari perdator(kerjasama antar induk) dan kecukupan supply pakan.



A. Perkembangan Ikatan Induk – Anak pada Ungulata

a.1. Tingkah Laku Keindukan Sebelum Melahirkan
pembentukan kontak antara induk dan anak dimulai dari har pertama perlekatan sel telur yang dibuahi pada uterus dan berlanjut sampai penyapihan. Selama masa kebuntingan, induk memberikan makanan kepada fetus melalui saluran darah plasenta dan kemudian setelah lahir menyusui anak – anaknya.
Pada ungulata, induk yang akan melahirkan anak cenderung untuk meninggalkan kelompoknya sebelum melahirkan. Penarikan diri dari kelompoknya menolong pembentukan ikatan yang kuat antara induk – anak yang kemudian menyebabkan anak mempunya hak penuh terhadap persediaan air susu induk yang terbatas.
Tingkat pemisahan diri dari kelompoknya akan tergantung kepada breed dan keadaan lingkungan. Sebagai contoh, diantara ternak domba, pemisahan diri dari kelompok pada domba merino kurang kentara dibandingkan dengan breed domba lainnya. Pemisahan diri lebih mudah terjadi pada ternak yang digembalakan di padang rumput yang luas dengan teras yang patah – patah yang memberikan beragam sudut dibandingkan dengan segi empat kecil, padang penggembalaan yang rata dengan jumlah ternak yang banyak, serta kelahiran yang diserentakkan sehingga beberapa anak lahir pada saat yang bersamaan.
Untuk ternak ruminansia yang dilepaskan di padang rumput, tempat melahirkan biasanya tetap di tempat amnion jatuh pertama kali. Di Indonesia, kebanyakan ternak dipelihara dalam kandang secara terus menerus, sehingga pemisahan diri tidak mungkin dilakukan, kecuali induk yang melahirkan ditaruh sendirian di dalam satu kandang terpisah.
Ada kemungkinanbahwa pada terna ruminansia, cairan amnion dapat membuat induk – induk yang melahirkan tertarik pada keturunannya. Pada saat kelahiran atau bahkan sebelum kelahiran. Pada jenis domba yang berasal dari daerah subtropis, beberapa induk domba tertarik pada anak domba dari induk lain beberapa jam atau bahkan beberapa hari sebelum saat melahirkan anaknya sendiri dan kadang – kadang berusaha mencuri anak tersebut dari induk yang lain.

a.2. Tingkah Laku Induk selama dan sebelum Kelahiran

terjadi hubungan timbal balik yang intensif antara induk – anak. Induk hewan ungulata menjilati membran dan cairan plasenta anak yang baru lahir. Sedangkan anak itu sendiri berusaha untuk berdiri dan mencari putting susu induk untuk mendapatkan kolostrum yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Induk tidak membutuhkan waktu cukup lama untuk mengenali anaknya, tetapi anaknya memerlukan beberapa hari untuk mengenal induknya dan jika lapar akan mendekati siapa saja dan bahkan bukan induknya sendiri untuk menyusu selama berminggu-minggu. Hal yang sangat kritis bagi anak adalah belajar menyusu untuk dapat minum kolostrum, dan kemudian susu biasa dari induknya.
Lama waktu yang diperlukan sejak induk domba sejak pertama menunjukkan rasa gelisah hingga melahirkan dan anaknya jatuh ketanah bervariasi antara 1 menit hingga 3 jam. Kegiatan dilanjutkan dengan menjilati anaknya sering diikuti dengan suara bernada rendah dan berat. Penjilatan dimulai dari kepala kemudian bergerak ke bagian punggung dan ekor. Intensitasnya sangat tinggi sesaat setelah kelahiran, kemudan menurun menjadi 75 % dalam waktu 15 menit pertama, dan menjadi 10 % dalam waktu 4 jam setelah kelahiran. Penjilatan dengan diawali dari kepala memberikan kesempatan bagi anak yang hidungnya telah bersih untuk mudah bernafas, disamping berfungsi untuk membersihkan cairan amnion dan membentuk jalinan antara induk – anak. Intensitas jilatan yang diterima anak pertama domba biasanya lebih besar dibanding anak kedua atau ketiga jika terjadi kelahiran kembar. Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam penerimaan anak oleh induk domba melalui proses penjilatan. Tingkah laku dan karakterstik anak tampaknya juga mempengaruhi perkembangan tingkah laku keindukan dengan mempengaruhi timbulnya sifat menjilati dan tingkah laku keindukan. Pada beberapa kasus induk domba lebih tertarik pada anak induk lain yang berumur 12 – 24 jam dibanding anaknya sendiri.
Periode sensitif atau kritis untuk jalinan / ikatan induk – anak berlangsung kira – kira 20 – 30 menit pertama setelah kelahiran, walaupun beberapa peneliti menyatakan bahwa proses ini berlangsung sampai waktu 4 jam. Induk domba yang dipisahkan dari anaknya setelah kontak selama 30 menit dapat membedakan anaknya dari anak – anak lainnya bila mereka dikumpulkan kembali. Jika pemisahan dilakukan sesaat setelah kelahiran mengakibatkan induk kesulitan mengidentifikasi anaknya, dan resiko ini dapat diturunkan jika pemisahan dilakukan 2 – 4 hari setelah kelahiran pada saat ikatan sempurna telah terbentuk.
Pada kambing liar, penjilatan atau pembersihan bulu oleh induk terhadap anak yang baru lahir digunakan oleh induk untuk memberi tanda pada anaknya. Jadi anak lain yang telah kontak dengan induk mereka tidak akan diterima oleh induk lain, tetapi anak lain yang tidak pernah mengadakan kontak dengan induk aslinya dapat diterima dengan baik.
Pada ternak sapi, jalinan antara induk dengan anak yang terlahir kembar lebih lemah dibanding induk yang melahirkan anak tunggal yang ditunjukkan dengan frekuensi menjilati kedua anaknya yang lebih rendah dibanding kelahiran tunggal. Kontak induk – anak pada sapi setelah 3 menit kelahiran sudah cukup untuk membangun jalinan yang baik antara induk – anak. Pemisahan sampai 5 jam sesudah lahir memberikan suatu kemungkinan 50% penerimaan induk terhadap anaknya sendiri, dan pemisahan lebih dari 24 jam menyebabkan penolakan secara permanen oleh induk. Pengenalan induk oleh anak pada sapi sebagaimana ternak lainnya membutuhkan waktu beberapa hari, dan bila lapar akan terus mendekati induk lainnya sebelum mampu mengidentifikasi induknya.

Pada sapi :
— Anak sapi akan mulai berdiri setelah 45 menit dilahirkan, 2 s.d. 5 jam kemudian akan mencari putting induknya, induk sudah harus pada posisi bisa berdiri (karakter menyusui dengan berdiri)
— Mekanisme identifikasi anak – induk dilakukan melalui vokalisasi, olfactory (penciuman) and vision
— Calf akan menyodok ambing dan putting induknya untuk merangsang terjadinya mekaniasme laktasi.
— Induk dengan permasalahan kelahiran membutuhkan waktu lebih lama untuk berdiri, sehingga anak sulit mengakses susu – “butuh bantuan peternak”
— Mekanisme menyusu biasa diawali dengan menyusu pada putting bagian depan, induk secara aktif menolak menyusui anak sapi lain (sangat individualis)
— Nilai hertabilitas induk dengan mothering ability yang baik pada sapi relatif rendah
— Karakteristik tingkah laku anak : melonjak, menendang, mencakar, mendengkur, bersuara dan mengadu kepala (butting).
— Anak sapi jantan lebih sering menunggangi dan mendorong anak sapi betina (buller rider syndrome).
— Induk sapi menjilati urogenital dan rectal untuk menstimulasi urinasi dan defekasi
— Mekanisme ini diatur secara hormonal
— Anak kembar mendapatkan perlakuan “grooming” lebih sedikit dibanding anak tunggal
— Kontak yang terjadi 5 menit setelah kelahiran akan menciptakan ikatan yang sangat kuat antara induk – anak


B. Tingkah Laku Induk – Anak pada Babi
Runtutannya secara ringkas adalah sebagai berikut :
b.1. Induk babi biasanya melahirkan anaknya pada sarang yang telah dibangunnya (bila materi tersedia)
b.2. kemampuan regulasi dan pertahanan suhu tubuh anak babi kurang berkembang dibanding ternak ungulata sehingga memerlukan sarang untuk membantu mempertahankan suhu tubuh. Mekanisme bersarang dapat meningkatkan resiko kematian anak akibat tertndih induknya di sarang sebesar 20%.
b.3. Terdapat beberapa kasus induk kanibal yang memakan anaknya.
b.4. Jalinan induk – anak pada babi tidak sebaik ungulata, sehingga memungkinkan pemeliharaan anak oleh induk lain (fostering) pada induk babi yang melahirkan bersamaan tetapi terpisah apabila pengaturan jumlah anak dilakukan sebelum anak berumur 1 minggu dan sebelum susunan anak pada putting terbentuk.
b.5. Induk babi tidak menjilati atau membersihkan anaknya. Secara alami setelah “terengah – engah” karena belum bernafas beberapa saat setelah lahir, anak babi kemudian akan terbatuk, bernapas dalam dan baru kemudian dapat bernafas dengan normal. Terdapat persaingan yang sangat ketat antar anak untuk mendapatkan putting susu terdepan yang memiliki produksi susu terbesar hingga terbentuk susunan anak pada putting susu secara permanen.
b.6. Karakteristik khusus nursing pada babi:
— Menunjukkan tingkah laku komplek dalam mengasuh anak dan menyusui (teat order)
— Menyusui dalam interval yang cukup pendek (50 – 60 menit)
— Induk membutuhkan stimulasi piglet sebelum proses milk let down sbb. :
1. Fase 1) Pada awalnya piglet berdesakan di sekitar ambing, memassage ambing dan putting dengan moncongnya.
Induk bersuara “grunt” perlahan dengan interval teratur sebagai tanggapan. Setiap seri grunt berbeda frekuensi, suara,dan keras lemahnya yang mengindikasikan tahapan kesiapan menyusui dar induk bagi piglet
Fase kompetisi dan menyodok ambing dengan moncong selama + 1 menit berakhir ketika susu mulai diekskresikan
2. Fase 2) berikutnya adalah fase menyusu, dimana piglet menghisap putting melalui mulutnya dengan gerakan lambat (1x/ detik)
3. Fase 3) Setelah berjalan + 20 detik, interval grunt dari induk akan meningkat dan suaranya mengeras, fase puncak tahap ini tidak diikuti dengan peningkatan ekskresi susu bahkan ada kecenderungan menurun, piglet mengimbangi dengan meningkatkan intensitas menghisap 3x/detik. Pada fase ini terjadi peningkatan sekresi hormon oksitosin dari pituitary dan peningkatan ekskresi MLD, baru kemudian selama 10 – 20 menit terjadi puncak ekskresi susu kemudian berhenti.
4. Fase 4) Piglet tetap memassage ambing dan menghisap putting untuk menginformasikan status kebutuhan nutrisinya kepada induk yang akan disediakan pada saat ekskresi susu selanjutnya.
b.7. Tingkah laku anak babi :
— Babi (piglet)
1. Induk tidak membersihkan
2. Berebut putting , perlu potong gigi
3. Strata sosial
4. Makan
5. Bermain
b.8. Pembentukan teat order pada anak babi :
— Dalam waktu beberapa jam setelah kelahiran hingga 2 minggu anak babi menjadi mampu mengenali posisi putting dan lebih menyukai menyusu dari bagian anterior dibanding posterior
— Stimulasi putting bagian anterior berpengaruh terhadap inisiasi milk let down
Shg penting untuk menjamin bahwa putting susu anterior ditempati oleh anak babi yang sehat dan kuat
— Teat order berfungsi sebagai tipe penguasaan territori, hingga terbentuk susunan keluarga yang relatif stabil bagi anak babi
— Perkelahian sering terjadi untuk memperebutkan teat order, namun bisa terhensi dengan sendirinya ketika sudah tercipta siapa pemenang dan hierakhinya
— Top order piglet bisa dipisahkan dari induk dan piglet sekelahirannya hingga 25 hari dan mash diterima dan mendapatkan teat order yang sama setelah dikembalikan. Tetapi sebaliknya jika yang dipisahkan adalah bottom order piglet, ketika dikembalikan dan jika telah terjadi “rearrangement teat order” maka piglet akan dianggap bukan lagi sebagai anggotanya dan ditolak / diserang jika bergabung.
Direkomendasikan untuk tetap menggabungkan dan tidak merubah kelompok sekelahiran hingga masa pemotongan / penyembelihan

Tingkah Laku Anak Induk pada Ayam
— Proses pembentukan telur berjalan selama 24 – 25 jan, melalui saluran reproduksi yang terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, vagina dan cloaca. Dimana seluruh bagian tersebut disebut sebagai oviduct.
— Tanda-tanda menjelang bertelur adalah : gelisah, mengeluarkan suara dan mencari sarang atau tempat untuk bertelur.
— Anak ayam turun segera setelah 24 – 26 jam menetas
— Memiliki sifat meniru induk maupun ayam lainnya
— Kesendirian dan rasa tercekam ditandai dengan menciap-ciap.
— Pada saat dewasa : kanibal, saling bertengkar, patuk mematuk, berebut pakan (saat seperti ini sering muncul peck order).
— Tingkah laku dasar yang berkembang pada akhirnya meliputi : ingestif (makan – minum), eliminativ (ekskresi), parental (Maternal behavior), investigative (keingintahuan), shelter seeking (mencari perlindungan), allelomimetik / mimicking (bertingkahlaku sama), agonistic / combat (beradu, merupakan upaya untuk mempertahankan diri)

Pre laying behavior pada ayam :
— Pada sistem pemeliharaan beralas litter, tingkah laku sebelurm bertelur hampir mirip dengan tingkah laku natural.
— Didahuli dengan fase mencari sarang yang nyaman untuk bertelur; pemilihan bidang sarang untuk bertelur dan kemudian diikuti dengan pembuataan nest hollow / cekungan untuk bertelur
— Permasalahan yang terjadi tergantung pada ukuran pen dan jumlah sarang yang tersedia.
— Keterbatasan sarang dan interaksi aggressive merupakan faktor utama penyebab banyaknya “floor eggs”
— Ayam lebih menyukai bertelur di dekat tempat terjadi kopulasi dibandingkan dengan tempat yang terisolasi, namun tetap membutuhkan suana yang nyaman dan tenang

Tingkah laku pada saat oviposisi pada ayam :
— Ayam lebih menyukai bertelur dengan menghadap serong kedepan dengan bidang miring kedepan
— Inisiasi terjadinya kanibalisme lebih banyak terjadi jika ayam menghadap ke dalam nest box
— Jika terjadi penundaan oviposisi akibat lighting inferior, ataupun keterbatasan nest box, retensi telur pada uterus sering mengakibatkan deposisi ekstra calcium pada permukaan kulit telur. Hal tsb mengakibatkan tampak lapisan seperti debu pada permukaan kulit telur dan tentunya menambah ketebalan telur dan mereduksi kemampuan pertukaran udara jika telur akan ditetaskan.

Tingkah Laku Post Laying Ayam :
— Ayam menduduki telur yang telah dikeluarkannya selama + 0.5 jam
— Meningkatkan resiko pemendekan masa simpan telur konsumsi dengan mencegah pendinginan telur secara cepat disamping peningkatan kontaminasi mikrobia
— Pada sistem roll way nest boxes hal ini dapat direduksi, karena telur akan segera dikeluarkan dari sarang.
— Memberikan peluang untuk menduduki telur dapat meningkatkan hasrat untuk mengeram, hal ini dapat terjadi meskpun pada jenis ayam petelur yang sudah terseleksi secara genetis.
— Resiko lain yang muncul adalah munculnya peluang bagi ayam untuk memakan telurnya sendiri. Pada awalnya dapat terjadi dengan mengkonsumsi telur yang retak / pecah, namun ayam yang memiliki pengalaman memakan telur biasanya akan terus berlanjut dengan memakan telur yang retak bahkan jika tidak menemukan akan memecahkan telur yang utuh.
— Solusi perbaikan management, pengurangan lighting.

Tingkah laku anak ayam :
— Unggas
ü Mengenal induk
Ikatan induk – anak terbentuk dengan adanya panggilan / suara induk untuk menunjukkan makanan pada anak (maternal feeding call)
peran induk terbatas pada proteksi dan mengajarkan mengenal pakan edible maupun inedible
ü Hubungan dalam kelompok
Agresi dilakukan dalam rangka membentuk hierarkhi / pecking order yang stabil. Pecking order mulai muncul beberapa minggu setelah menetas dan baru mulai stabil setelah berumur 6 – 8 minggu.
ü Makan
— Tingkat ketergantungan terhadap induk sebatas pada kebutuhan broodiness, dan brooding system; pada jenis unggas lain tingkat ketergantungan cukup tinggi (berbagai jenis burung i.e. merpati, burung hantu dsb.)
— Social relationship bisa terbangun dengan sendirinya (imprinting tidak terfokus; jika didampingi induk imprinting fokus pada induk)


Tingkah Laku Induk – Anak pada Kuda
— Masa bunting 340 + 5 hari, kelahiran terjadi pada malam hari meskipun ada juga kecenderungan terjadi pada dini hari.
— Setelah melahirkan mare akan tetap rebah beberapa saat sambil menyodok-nyodok foal. Kontak tersebut merupakan awal terbentuknya ikatan induk – anak secara intensive yang bahkan lebih besar dibanding kedekatan dengan kawanannya.
— 2 jam setelah lahir anak kuda berdiri, kemudian berjalan mengikut induknya. Mare seringkali menggigit, menyodok bahkan menendang untuk menjauhkan foal dari kawanannya
— Anak kuda suka menggigit kaki induknya, pada umur 3 – 4 minggu suka berkelahi
— Sebagian besar anak kuda selalu mengikuti induknya dan kurang bersosialisasi dengan kawanannya. Mare baru mengijinkan foal bergabung dengan kawanannya setalah dirasa cukup memiliki kemampuan.
— Hubungan mengasuh anak pada kuda dapat terjadi hingga kurun waktu 2 tahun

C. Regulasi Endokrine dan Penginderaan Tingkah Laku Keindukan

c.1. Peranan Hormon terhadap Permulaan Tingkah Laku Keindukan
Stimulasi hormon sintetik estrogen dan progesteron dapat merangsang laktasi pada domba betina bahkan pada kondisi tidak bunting, namun hasil yang diperoleh stimulasi dengan menggunakan estrogen menghaslkan stimulasi tingkah laku keindukan yang lebih baik. Pada kondisi konsentrasi estrogen sedikit dan progesteron yang tinggi dapat mengakibatkan tdak munculnya tingka laku keindukan dari domba betina tersebut.

c.2. Pengaruh Hormon terhadap Lamanya Periode Sensitif
Perlakuan untuk mengidentifikasi jalinan induk – anak untuk mengetahui periode kritis ikatan menunjukkan bahwa hanya sesudah 4 jam pemisahan pada saat lahir 50% dari induk menerima anaknya sendiri. Hal ini menngkat menjadi + 75% bila pemisahan terjadi 12 atau 24 jam sesudah lahir, sedangkan pemisahan selama 24 jam pada waktu 2 sampai 4 hari setelah kelahiran beresiko jauh lebih kecil – hanya 1 dari 10 ekor yang ditolak untuk sementara. Periode sensitif / kritis ini berada di bawah kontrol hormon estrogen dan bukan prolaktin.
c.3. Pengaruh Karakteristik Anak yang Baru Lahir
Penurunan respon sifat keindukan dalam hubungannya dengan waktu lahir paling tidak sebagian diduga disebabkan karena penurunan daya tarik anak domba itu sendiri.

c.4. Pengaruh Indera
Bau sangat penting peranannya dalam penerimaan induk untuk menyusui anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme menyusui anak terganggu akibat penghilangan bau, pecucian anak atau dengan mencampurkan bau yang berbeda meskipun dari induknya. Pada mulanya hormon merangsang sifat keindukan dan sifat keindukan ini sangat dibantu oleh pengalaman sebelumnya dari induk – induk tersebut. Selanjutnya anak domba mulai mempengaruhi tingkah laku keindukan dan informasi melalui penginderaan anak yang baru lahir menjadi sangat penting. Setelah akhir periode sensitif, tingkah laku keindukan berubah dari dipengaruhi hormon menjadi dipengaruhi kontrol syaraf yang tidak tergantung dari kontrol hormon. Hal ini juga berlaku pada kambing dan sapi.
Pengenalan induk anak mencakup dua proses yaitu pengenalan induk terhadap anak dan anak terhadap induk. Kedua proes ini melibatkan isyarat penciuman, pendengaran dan penglihatan. Peranan indera lebih lanjut dikaji pada sub kajian peranan indera terhadap proses pengenalan induk – anak.

c.5. Pengaruh Pelebaran Vagina
Stimulasi vagina dapat dipergunakan sebagai stimulasi penerimaan anak yang dipelihara oleh induk lain.

c.6. Peranan Pengalaman
Pada domba baik yang dipelihara di padang rumput maupun dikandangkan dilaporkan bahwa tingkah laku keindukan yang lebih buruk terdapat pada induk yang melahirkan pertama kali. Induk muda seringkali menendang anaknya dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menjilati, namun gangguan tersebut sering bersifat sementara saja. Namun reaksi negatif berlebihan dapat mengakibatkan kematian pada anak. Perlakuan dengan estrogen maupun progesteron sintetik sebagaimana di atas gagal menghasilkan stimulasi sifat keindukan pada induk muda yang belum pernah melahirkan.


D. Peranan Indera terhadap Proses Pengenalan Induk – Anak

d.1. Pengenalan oleh Induk
Induk domba dapat mengenali anaknya melalui bau dari pantat, ekor, dan daerah anusnya, tetapi tidak dari kotoran ataupun kencingnya. Identifikasi anak melalui pendengaran dimunculkan dalam bentuk jawaban mengembik oleh induk domba, dimana induk menjawab embikan anak – anak mereka lebih sering dibandingkan ambikan anak domba dari induk lain.
Isyarat penglihatan bagi induk domba tampaknya lebih penting dibanding pendengaran pada jarak yang dekat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk yang diberi kesempatan untuk melihat dan mencium anaknya membuat lebih banyak pilihan benar dibandingkan induk yang hanya diberi kebebasan untuk mencum tetapi tidak bisa melhat anaknya. Induk lebih mudah mengenal anaknya bila diwarnai dengan warna yang termasuk gelombang panjang seperti : merah, oranye, kuning atau putih. Tetapi kurang mampu mengenal anaknya yang diberi warna dalam kategori gelombang pendek seperti : biru, hijau, abu-abu, dan hitam. Pewarnaan terhadap bagian kepala tampaknya lebih penting dibanding bagian tubuh lainnya.

d.2. Pengenalan oleh Anak
Kemampuan anak untuk mengenal induknya terjadi paling baik bila menggunakan isyarat pendengaran. Lebih sering seekor induk mengembik, maka lebih mudah bagi anak domba untuk mencari induknya sendiri. Anak domba umur 8 – 12 hari menggunakan isyarat pendengaran lebih efektif, sementara anak yang lebih tua menggunakan isyarat penglihatan. Jarak tertentu suara panggilan menunjukkan tempat atau sumber panggilan untuk induk – anak. Penglihatan juga menolong proses pencarian ini. Tetapi pada saat pertemuan, induk mencium bagian pinggul dan baru bagan anus anaknya, dan hanya setelah induk mengenal anaknya secara positif akan memberikan kesempatan pada anaknya untuk menyusu. Jadi alat pengawasan jarak dekat adalah penciuman.

E. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kehidupan Anak

e.1. Litter Size dan Bobot Lahir
semakin banyak litter size maka semakin buruk jalinan batin induk – anak, sehingga kemungkinan kekurangan susu dan berkurangnya kemampuan mengasuh terhadap anak kembar dari seekor indukpun semakin besar. Bobot lahir yang terlalu besar sering bermasalah (distokia) sehingga proses parturisi terlalu lama dan induk terlalu lemah untuk segera mengenal anaknya baik melalui menjlat menciumi dsb. Hal tersebut berakibat terhadap berkurangnya jalinan induk – anak yang seng mengakibatkan terjadinya penolakan anak oleh induk sebaliknya bobot lahir yang terlalu kecil berdampak pada lemah dan buruknya anak yang dilahirkan, anak menjadi tidak kuat berdiri ataupun mencari putting induknya, sehingga tidak dapat memberikan stimulasi karakteristik tingkah laku kindukan bagi sang induk.
e.2. Makanan Induk Selama Periode Akhir Kebuntingan
e.3. Tempat Melahirkan dan Jalinan / Ikatan Batin
e.4. Kondisi Cuaca yang Tidak Baik
e.5. Pencurian Anak Domba
lebih disebabkan karena ketertarikan induk terhadap anak domba dari induk lain, sehingga sebelum atau setelah anaknya sendiri dilahirkan justru diabaikan. Oleh karena itu sangat perlu memberikan kesempatan bagi induk domba untuk menyendiri sesaat menjelang kelahiran, sehingga tidak terpengaruh oleh tingkah laku anak domba dari induk lainnya.
e.6. Kurangnya Kemampuan Induk Saat Melahirkan


Tingkah Laku Penyapihan
— Penyapihan adalah umur paling muda dimana anak dapat dipisahkan dari induk tanpa gangguan. 2 hal menarik yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penyapihan :
— Penyapihan bertahap/tiba-tiba serta sifat meniru pada anak
— Adanya tingkah laku agresive induk ke anak ---- hilangkan ketergantungan

Pada sapi :
— Perah : 3 – 6 bulan
— Potong : ? (tergantung pada produksi susu dan kesiapan reproduksi)
— Menyapih anak 6 – 7 bulan, agar induk dapat melahirkan setahun sekali. Pada induk laktasi dipengaruhi oleh LTH, sedangkan pada anak adalah GH, dll

Pada Kambing dan domba :
— Disapih setelah berumur 3 bulan tanpa substitusi. Substitusi susu dapat dilakukan pada anak kambing betina sebanyak 1 kg / hari dan 1,5 kg / hari untuk anak kambing jantan.
— Disapih umur 4 – 5 bulan. Bobot badan anak domba dipengaruhi oleh panjang masa menyusu, yaitu lebih dari 120 hari setelah dilahirkan.

Pada babi :
— Puncak produksi susu terjadi selama 3 minggu setelah melahirkan. Masa laktasi berlangsung selama 12 minggu, sedangkan penyapihan dapat dilaksanakan umur 4 minggu namun biasa dilaksanakan umur 8 minggu dengan bobot badan 14 – 18 kg dan max dilaksanakan pada umur 17 minggu.
— Cara penyapihan : bertahap, yaitu induk yang dipisah dari anak. Didahului dengan mengeluarkan induk selama beberapa jam, sehari penuh dan akhirnya dikeluarkan sepenuhnya. Ransum induk juga dkurangi secara bertahap.
— Keuntungan penyapihan dini pada babi adalah :
— Memberi kesempatan induk untuk beranak lagi (2x setahun atau 5x/ 2 tahun)
— Memberi kesempatan anak babi tumbuh cepat, yaitu bisa mencapai 23 kg pada umur 8 minggu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah reproduksi unggas

agrostologi

tingkah laku babi