TINGKAH LAKU TERNAK
TINGKAH LAKU TERNAK
Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal
yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para
pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut.
Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak
mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting
maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat
deskripsi mengenai aspek-aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan
baik. Para ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist.
Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang
mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol, yang kemudian
mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan mencatat pengaruh
tersebut pada tingkah laku hewan.
Etogram merupakan catalog yang tepat dan terperinci yang
memuat respons yang membentuk tingkah laku hewan. Etogram sangat berguna untuk
mengetahui hewann mengatasi macam-macam lingkungan dan pengalaman. Perincian
dapat dengan mudah dikenal melalui film dan kaset video. Selanjutnya, etogram
terbentuk dari tiap elemen pola reaksi. Perlu diketahui para ilmuwan etologi
terdahulu tidak mempunyai metode yang canggih untuk mengumpulkan dan
menganalisa data tetapi dapat menghasilkan etogram yang sangat baik dengan
pengamatan yang teliti yang dilakukan dengan menggunakan sebatang pensil dan
sebuah buku catatan.
Salah satu dari banyak klasifikasi tingkah laku hewan adalah
tingkah laku ingestif. Tingkah laku ini mempunyai arti yang lebih luas dari
sekedar mencari makan, seperti halnya ternak mamalia yang masih mukda yang
mendapat makanan dalam bentuk susu cair. Lagi pula, pengertian ini lebih luas
mengarah ke seluruh jenis kegiatan ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid
tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan
yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat
penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang
digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting
sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat
tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan
beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan
pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan
pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system
potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis
dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan
tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan
pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak
diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku
ingestif dan jumlah pakan yang dimakan.
2.1
Pola makan sapi pada saat penggembalaan bebas
Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah
yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan
semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan
sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput
terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini
terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu
periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara
jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat. Di daerah tropis,
siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi
beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode
merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia
kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah
tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa
persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata,
terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang baik yang berasal dari
daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan
selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput,
tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput
untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan
hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi
peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi apda
beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi
tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat
suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan
bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan panas yang akan terjadi dan
dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan
tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas.
2.2
Penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan oleh sapi
Waktu yang digunakan oleh sapi untuk
makan tergantung pada spesies ternak itu sendiri, status fisiologisnya (seperti
pertumbuhan, periode akhir kebuntingan, laktasi dan juga ternak yang tidak
bunting, tidak laktasi dan ternak dewasa), serta tipe dan persediaan pakan.
Iklim yang sangat ekstrim juga berpengaruh. Sementara jumlah pakan yang dimakan
meningkat pada keadaan cuaca dingin.
Pada saat padang rumput dalam keadaan kering, sapi
meningkatkan waktu untuk merumput (contoh pada sapi biasanya merumput 12
jam tetapi dalam keadaan padang rumput kering berubah menjadi 14 jam). Semua
hewan bisa juga bervariasi dalam jumlah pakan yang dimakannya dengan mengubah
jumlah gigitan per menit dan meningkatkan besarnya regutan tersebut.
2.3
Perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan di padang rumput
Preferensi atau pemilihan pakan
adalah berbeda di antara jenis ternak herbivora. Tetapi, semua jenis lebih suka
memakan daun daripada batang atau bahan dengan warna hijau (muda) daripada
bahan yang kering (tua). Bila jumlah pakan yang tersedia berkurang, maka akan
terdapat kecenderungan bahwa ternak menjadi kurang selektif, walaupun pakan
yang terletak sekitar kotoran dan kencing tidak dipilih sebisa mungkin terutama
oleh ternak sapi.
Sapi lebih menyenangi daun-daunan yang lebih panjang
dibandingkan dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih
besarnya ukuran rahang. Kambing yang diberikan suatu pilihan lebih suka memakan
daun pucuk muda dan menguliti kayu-kayu tanaman atau gulma. Saat ini mere
digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk mengontrol hutan belukar yang
begitu banyak.
2.4 Sapi yang diberi
makan di kandang dan kemudahan social dari makan
Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control
yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa
banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang
seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya
pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah
ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan
dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang
dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi
oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah
pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat
yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat
pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit.
Cara yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan
memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin
menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi
pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang
metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk
pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus diperhitungkan. Ternak
sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari jumlah yang
dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.
2.5
Pilihan terhadap pakan
Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan
dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya.
Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula
beberapa apkan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah tetapi terbak
tidak dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama
kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji
dalam 20 jenis pakan. Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu:
- Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
- Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
- Pakan yang tidak disenangi.
Akan
tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih
suka memakan garam blok.
Kilgour dan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat
digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya
dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan
yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu
dengan menutup hidung ternak tersebut.
Lobato dan kelompok penelitinya dan juga Lynch dan kelompok
penelitinya telah mendapatkan bahwa ternak mampu belajar pada awal kehidupannya
dan emmpunyai ingatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Melihat teman
dalam kelompok yang telah berpengalaman memakan pakan yang baru, dapat membantu
ternak yang belum berpengalaman untuk memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini
disebut sebagai transmisi social dalam tingkah laku makan atau belajar
berdasarkan pengalaman.
Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau
suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat
merupakan hal yang sangat berguna. Metode sederhana dapat digunakan untuk
mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan yang baru. Hal
ini bisa dikerjakan denagn menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat pakan
ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons yang diisi
pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini ternak yang
cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan yang lebih lama
dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang
lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk
tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan
pakan yang abru.
Masalah baru yang timbul adalah jika pakan tambahan yang
mahal lebih disukai daripada pakan dasar yang murah. Peternak mungkin
menghendaki pakan tersebut sebagai suplementasi, tetapi ternak itu sendiri
memperlakukan pakan tersebut sebagai pakan pengganti, misalnya pada saat
kurangnya rumput lapangan atau rumput gajah yang dipotong dan lebih banyak
tambahan konsentrat yang harganya mahal.
Pencampuran antara pakan yang enak dan tidak enak yang
kemudian menjadi sedikit enak, pemberian pakan yang murah pertama kali, atau
dan pemberian makan tambahan pada waktu yang tidak teratur sehingga ternak
tidak mempunyai pengharapan dan menunggu untuk makan pada waktu tertentu adalah
merupakan jalan pemecahan problem tersebut diatas.
Posted 9th November 2011
Komentar
Posting Komentar