PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PENGGEMUKAN TERNAK



Tugas Terstruktur                                                                                        Dosen Pengampu
Ilmu & Teknologi Produksi                                                                       Bambang Kuntoro
Ternak Potong
PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PENGGEMUKAN TERNAK
Disusun oleh :
1.      Abdul Hamid                         7. Maulidayanti                     13. Suska Oktopeni              
2.      Asmar Pangidoan                 8. Niki Utami                         14. Wiliyanti
3.      Delvi Rahayu                         9. Remon Enofri                    15. Yusri                                
4.      Firdaus                                   10. Riyan                                16. Zuri Ahmad                    
5.      Gusmulyanto                         11. Rofian
6.      Indra Joni                              12. Rosma Neli          


https://encrypted-tbn3.google.com/images?q=tbn:ANd9GcQMScYeJHr_robJv85Inh6EKeVTt46Wvty-1DeNYthY0sjpcYWS1A
JURUSAN ILMU PERTERNAKAN II A
FAKULTAS PERTANIAN DAN PERTERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2011/2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur  panjatkan  atas kehadirat Allah SWT , dengan mengucapkan syukur alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya , makalah ilmu dan teknologi produksi ternak potong yang berjudul “perundang-undangan dalam program penggemukan ternak“ dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
            Shalawat  beriring salam  dihanturkan pada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi’ar Islam, yang berpengaruh dan manfaatnya terasa hingga saat ini .
Terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah “ilmu dan teknologi produksi ternak potong Bapak Bambang Kuntoro ,Spt,.M.si “ yang telah memberikan bimbingan, dan motivasi serta berbagai kemudahan lainnya. Agar makalah ini menambah pengetahuan kami .
Walaupun demikian, makalah ini masih terdapat kesalahan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan kami . Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak kami harapkan agar dalam pembuatan makalah diwaktu yang akan datang bisa lebih baik lagi .


Pekanbaru , Mei 2012
                                                                                                                        Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang agraris dan memilik iklim tropis yang cocok untuk melakukan penggemukan ternak sapi potong pada khususnya , walaupun tidak semua jenis sapi potong dapat berkembang biak dengan baik ,namun Indonesia telah melakukan program-program agar sapi di luar negeri dapat di kembangkan di indonesia, misalnya dengan cara IB ,pemerintah juga telah menggalangkan untuk swasembada ternak .Tata cara maupun aturan penggemukkan ternak juga di atur dalam perundang-undangan di Indonesia .
2.      TUJUAN
Mengetahui dan mampu memahami perundang – undangan di Indonesia mengenai sistem penggemukan ternak .
3.      Manfaat
Adapun manfaat dari makalah mengenai perundang – undangan penggemukan ternak agar menambah mengetahuan mahasiswa khususnya dan masyarakat umum











BAB II
PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1977
TENTANG
USAHA PETERNAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.              bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional maka peternakan yang merupakan salah satu faktor penunjang yang penting perlu diselenggarakan dengan tertib dan teratur, sehingga dapat diperoleh ternak yang baik dan sehat;
b.              bahwa oleh karena itu dipandang perlu mengatur usaha peternakan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:
1.              Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.              Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
3.              Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
4.              Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) juncto Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
5.              Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6.              Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA PETERNAKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.              Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang peternakan;
2.              Izin Usaha Peternakan adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat lain yang diberi wewenang olehnya, yang memberikan hak untuk melaksanakan perusahaan peternakan;
3.              Perusahaan Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersiil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur dan susu serta usaha menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya, yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat;
4.              Peternakan Rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak ditetapkan oleh Menteri


.

BAB II
WILAYAH USAHA DAN JENIS PETERNAKAN

Pasal 2
Seluruh wilayah Negara Republik Indonesia terbuka untuk semua jenis usaha di bidang peternakan; kecuali apabila Menteri menetapkan lain.

Pasal 3
(1)            Jenis peternakan dapat digolongkan menjadi:
a.              Peternakan Unggas, yang terdiri dari bidang:
a.1.        peternakan ayam telur;
a.2.        peternakan ayam daging;
a.3.        peternakan ayam bibit;
a.4.        peternakan unggas lainnya;
b.              Peternakan kambing dan domba;
c.              Peternakan babi;
d.              Peternakan sapi potong;
e.              Peternakan kerbau potong;
f.                Peternakan sapi perah;
g.              Peternakan kerbau perah;
h.              Peternakan kuda.
(2)            Menteri dapat mengubah dan atau menambah jenis-jenis peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB III
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN IZIN USAHA PETERNAKAN DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PETERNAKAN

Pasal 4
Setiap perusahaan peternakan wajib memiliki Izin Usaha Peternakan.

Pasal 5
Izin Usaha Peternakan dapat diberikan kepada:
a.              Badan Hukum Indonesia;
b.              Perorangan Warga negara Indonesia.

Pasal 6
(1)            Perusahaan Peternakan wajib mempunyai tenaga ahli, modal, dan peralatan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
(2)            Syarat-syarat dan tata cara pengajuan permohonan serta pemberian Izin Usaha Peternakan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 7
Setiap Izin Usaha Peternakan dikenakan Iuran Izin Usaha Peternakan yang besarnya serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan penggunaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Keuangan.

Pasal 8
(1)            Pemegang Izin Usaha Peternakan wajib dengan nyata-nyata dan sungguh-sungguh mendirikan dan menjalankan perusahaan peternakan sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh Menteri.
(2)            Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 tidak dapat dipindah tangankan dengan cara dan atau bentuk apapun.

Pasal 9
Pemegang Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud Pada Pasal 8 ayat (1) wajib memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan di bidang peternakan, pencegahan, pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
JANGKA WAKTU DAN JENIS USAHA

Pasal 10
(1)            Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 diberikan menurut jenis/bidang usaha yang dilakukan, masing-masing untuk jangka waktu ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
(2)            Setelah jangka waktu yang ditetapkan habis, maka Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang atas permintaan pemegang izin yang bersangkutan.

Pasal 11
(1)            Izin Usaha Peternakan diberikan dan berlaku untuk 1 (satu) jenis atau lebih dari 1 (satu) bidang usaha peternakan.
(2)            Persyaratan dan ketentuan-ketentuan lain dari tiap-tiap jenis atau bidang usaha peternakan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB V
BIMBINGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12
(1)            Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya melakukan bimbingan dan pengawasan atas pelaksanaan perusahaan-perusahaan peternakan.
(2)            Tata cara dan pelaksanaan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.



BAB VI
BERAKHIRNYA IZIN USAHA PETERNAKAN

Pasal 13
Izin Usaha Peternakan berakhir karena:
a.              Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b.              Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada yang berwenang sebelum jangka waktu diberikan berakhir;
c.              Dicabut oleh yang berwenang memberikan Izin Usaha Peternakan, karena pemegang izin yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran;
d.              Perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit;
e.              Perusahaan yang bersangkutan menghentikan usahanya.

Pasal 14
Izin Usaha Peternakan dicabut karena:
a.              Pemegang Izin tidak melakukan usahanya secara nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah Izin Usaha Peternakan dikeluarkan;
b.              Pemegang Izin tidak mentaati serta melakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 15
(1)            Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal-pasal 4, 8 dan 9 diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun.
(2)            Barang siapa karena kealpaannya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal-pasal 4, 8 dan 9 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-(satu juta rupiah).
(3)            Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan, tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
(1)            Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(2)            Selama ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini belum ditetapkan, maka ketentuan yang ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa Peraturan Pemerintah ini.
(3)            Izin Usaha Peternakan yang telah dikeluarkan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.












BAB III
KESIMPULAN
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan peternakan, fasilitasi anggaran program dan kegiatan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2012 dengan mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012. Regulasi lain yang menuntut pemerintah melakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada terkait Reformasi manajemen keuangan negara, antara lai yaitu : Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang- Undang. No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang- Undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara; Undang-Undang No. 25 tahun 2004 entang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-Undang. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang. No. 33t ahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
            Makalah ini jauh dari sempurna,dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar dalam pembuatan makalah berikutnya menjadi lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah reproduksi unggas

agrostologi

tingkah laku babi