analisis heritabilitas pola regresi

ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia peternakan adalah
pemuliabiakan dan lingkungan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu protein hewani, salah satunya
yaitu melalui produk peternakan. Yang dimana suatu produk peternakan harus
memiliki kualitas yang baik dan tinggi, dan itu semua hanya dapat diperoleh dari
hewan ternak yang berkualitas tinggi pula.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang bermutu.
Salah satunya yaitu dengan menurunkan ataupun mewariskan sifat yang baik
dari suatu induk ternak adalah hal yang berkelanjutan. Dalam populasi ternak
yang besar, tidak menutup kemungkinan akan mengalami kesulitan. Maka dari
itu, untuk memudahkan dapat dilakukan perkawinan secara acak atau dapat
disebut juga random, akan tetapi sebelum dilakukan kawin acak (random) suatu
ternak yang akan dikawinkan atau induknya harus memiliki kualitas yang baik
dan memiliki produktifitas yang tinggi. Karena hal inilah yang akan diturunkan
induk terhadap keturunannya, apabila tetua dari ternak tersebut memiliki kualitas
yang baik maka itu akan diturunkan terhadap anak atau keturunanya. Dan untuk
dapat mengetahui kemampuan suatu induk atau tetua yang memiliki kualitas dan
produktifitas yang baik, maka harus ada suatu ilmu yang mempelajarinya. Yaitu
salah satunya adalah heritabilitas ( suatu tolak ukur yang digunakan dalam suatu
seleksi untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat
kepada keturunanya).
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui analisis heritabilitas dengan pola regresi, yang dimulai
dari analisis komponen ragam (ragam aditif, dominant, epistasis) serta peragaan
fenotipnya.
1.3. Prinsip Kerja
1. Estimasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang
isogen (ragam gen yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi
umum, yaitu :
VPp = VAp + VLp
VPi = VLp
VPp – VPi = VAp
VAp = h2
VPp
Dimana : VPp = Ragam fenotip populasi
VPi = Ragam fenotip populasi isogen
VAp = Ragam aditif populasi
2. Melalui seleksi didalam suatu populasi, dimana bila dilakukan suatu
seleksi maka frekuensi gennya akan berubah dan perubahan frekuensi
gen inilah yang diduga sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari
tetuanya. Hal ini dengan menggunakan rumus :
ΔG = (X s – X p) h2
h2 = (X s – X p)
ΔG
Dimana : ΔG = Kemajuan genetic
X s = Rata-rata fenotip populasi seleksi
X p = Rata-rata fenotip populasi
3. Melalui perhitungan korelasi atau regresi dari induk atau orang tua
dengan anaknya. Cara analisis ini merupakan yang paling akurat, karena
dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik. Dengan analisis
kekerabatan ini tidak saja dengan model regresi atau korelasi, tetapi
dapat pula menggunakan model rancangan acak lengkap atau pola
tersarang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Heriditas dan Lingkungan
Perbedaan yang dapat diamati pada ternak-ternak untuk berbagai sifat
disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini berperan
sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Ternak yang secara
genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan optimal jika tidak didukung
oleh factor lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, ternak yang memiliki mutu
genetik rendah, meski didukung oleh lingkungan yang baik juga tidak akan
menunjukkan produksi yang tinggi. Jadi, pada dasarnya ternak yang memiliki
mutu genetik tinggi harus dipelihara pada lingkungan yang baik pula agar ternak
tersebut bisa menampilkan produksi secara maksimal.
2.1.1. Sumber-sumber Keragaman
Pada dasarnya keragaman fenotip (Vp) yang merupakan keragaman yang
diamati disebabkan oleh adanya keragaman genetik (VG) dan keragaman
lingkingan (VE).
Vp = VG + VE
Sumber keragaman lainnya adalah keragaman yang timbul akibat
interaksi antara factor genetik dengan factor lingkungan VGxE. Untuk memperjelas
pengertian tentang sumber keragaman ini, digunakan sapi sebagai contoh. Sapisapi
bagsa Eropa dan Inggris dibentuk dan diseleksi untuk bereproduksi pada
lingkungan yang dingin dan yang sedang. Lingkungan seperti ini secara tidak
langsung mempengaruhi ternak melalui kualitas makanan alami yang tumbuh di
daerah tersebut. Jika sapi-sapi ini dibawa ke daerah tropis, sapi-sapi ini tidak
dapat menampilkan produktifitasnya sebaik tempat asalnya.
Keragaman genetik bisa disebabkan oleh gen-gen yang aditif (VA) dan
juga oleh gen yang tidak aditif (Vn). Aksi gen yang tidak aditif ini bisa disebabkan
oleh aksi gen dominant (VD) dan aksi gen epistasis (VI). Jadi, secara lengkap
keragaman fenotipik dipengaruhi oleh keragaman aditif, keragamn gen dominant,
keragaman interaksi genetik dan lingkungan, keragaman lingkungan, dan
keragaman gen epistasis.
Vp = VA + VD + VGxE + VE + VI
Keragaman lingkungan (VE) dapat disebabkan oleh faktor iklim, cuaca,
makanan, penyakit, dan system manajemen.
2.1.2. Estimasi Nilai Heritabilitas
Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman
fenotipik yang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi
selanjutnya. Perlu diingat bahwa kita tidak dapat membicarakan masalah nilai
mutlak dari suatu sifat, melainkan mengukur perbedaan antar individu untuk sifat
yang sama.
Ada dua macam heritabilitas, yaitu heritabilitas dalam arti luas dan
heritabilitas dalam artisempit. Heritabilitas (h2) dalam arti luas merupakan rasio
antara keragaman genetik dengan keragaman fenotip.
h2 = VG
Vp
Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang adaitif dan
yang non aditif.
Heritabilitas dalam arti sempit adalah ratio antara keragaman aditif
dengan keragaman fenotip.
h2 = VA
Vp
Pada perhitungan heritabilitas dalam arti sempit ini aksi gen nonaditif
(dominant dan epistasis) tidak dimasukkan. Hal ini disebabkan oleh daya
penurunan gen dominant dan episitasis tidak semutlak aksi gen aditif. Di samping
itu, pengaruh lingkungan terhadap aksi gen nonaditif sangat kecil. Nilai
heritabilitas suatu sifat berkisar antara 0 sampai 1.
Pada umumnya nilai heritabilitas dapat digolongkan ke dalam tiga
kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Nilai heritabilitas suatu sifat dikatakan
rendah jika nilainya berada antara 0 – 0,20, sedang antara 0,2 – 0,4 dan tinggi
untuk nilai lebih dari 0,4. Sifat yang memiliki heritabilitas rendah adalah sifat-sifat
yang berhubungan dengan fertilitas, seperti persentase kebuntingan, jumlah
anak pada anjing, kucing, dan babi, serta daya tetas telur pada ayam. Sifat-sifat
yang memiliki nilai heritabilitas sedang, misalnya produksi susu dan sifat-sifat
pertumbuhan pada saat ternak disapih. Contoh sifat-sifat yang memiliki nilai
heritabilitas tinggi meliputi sifat-sifat yang diukur pada saat ternak sudsah
dewasa kelamin, seperti sifat-sifat karkas dan bobot dewasa kelamin.
2.2. Cara Mengestimasi Nilai Heritabilitas
Pada dasarnya perhitungan heritabilitas didasarkan pada prinsip bahwa
ternak-ternak yang masih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performa
yang mirip jika dibandingkan dengan ternak-ternak yang tidak memiliki hubungan
keluarga.
2.2.1. Heritabilitas Nyata
Perhitungan heritabilitas nyata memerlukan perbandingan antara
performa anak dari kelompok ternak terseleksi dengan performa tetuanya. Jadi,
dalam hal ini sebenarnya kita membandingkan rataan keunggulan anak dengan
keunggulan tetuanya.
Peningkatan rataan performa pada anak jika dibandingkan dengan rataan
performa populasi disebut dengan kemajuan genetik. Rataan peningkatan
keunggulan tetua diatas rataan populasi disebut diferensial seleksi.
Sebagai contoh, produksi susu dari kelompok terseleksi adalah 10.000
kg/tahun. Rataan produksi adalah 8.000 kg. Sapi terseleksi memiliki produksi
susu 2.000 kg lebih baik dari rataan populasinya. Perbedaan ini disebut
diferensial seleksi. Jika sapi-sapi betina tersebut disilangkan dengan pejantanpejantan
yang memiliki kemampuan genetik yang sama, akan dihasilkan sapisapi
betina yang memiliki produksi susu sebesar 8.700 kg/tahun. Perlu dicatat
bahwa pengumpulan data seperti ini memerlukan waktu antara 5-6 tahun. Anakanak
sapi betina ini memiliki keunggulan produksi sebesar 700 kg diatas rataan
populasi. Nilai ini merupakan ukuran keunggulan tetua yang diwariskan pada
anak yang merupakan variasi aditif genetik. Heritabilitas produksi susu ini adalah
700/2.000 = 0,35. Perhitungan seperti itu menggunakan asumsi bahwa variasi
lingkungan pada generasi tetua sama dengan variasi lingkungan pada generasi
anak.
2.2.2. Metode Regresi dan Korelasi
Jika diasumsikan bahwa keragaman antara dua populasi tidak berbeda
maka regresi antara anak dengan rataan tetuanya (pejantan dan induk) dapat
digunakan untuk mengestimasi nilai heritabilitas suatu sifat. Oleh karena anak
hanya mewarisi setengah gen-gen dari salah satu tetuanya maka heritabilitas
dapat juga diestimasi dari regresi antara anak dengan salah satu tetuanya.
Heritabilitas yang diestimasi dengan cara ini adalah sebesar 2 x koefisien
rehresinya.
Ternak-ternak yang memiliki hubungan keluarga fullsib (saudara
kandung) memiliki kesamaan gen sebesar 50%. Oleh sebab itu, nilai
heritabilitasnya adalah sebesar 2 x koefisien regresinya. Ternak-ternak yang
memiliki hubungan keluarga halfsib (saudara tiri) memiliki kesamaan gen sebesar
25%. Jadi, estimasi heritabitasnya adalah 4 x koefisien regresi. Jika keragaman
pada dua populasi yang diamati tidak berbeda jauh maka koefisien korelasi dapat
digunakan untuk menghitung heritabilitas. Cara perhitungannya sama dengan
perhitungan nilai heritabilitas dari koefisien regresi.
Sebagai contoh 132 mahasiswa dan 76 mahasiswi diminta untuk
mengumpulkan data tinggi badan mereka dan juga tinggi badan kedua orang
tuanya. Koefisien regresi antara tinggi badan mahasiswa dengan tinggi badan
rataan kedua orang tuanya adalah 0,527. Koefisien regresi antara tinggi badan
mahasiswi dengan rataan tinggi badan tetuanya adalah 0,551. Oleh karena nilai
heritabilitas ini diestimasi berdasarkan rataan tetuanya maka heritabilitas tinggi
badan masing-masing sebesar 0,527 dan 0,551. Dari data yang sama, koefisien
korelasi antar tinggi badan mahasiswa dengan tinggi badan ibunya adalah 0,316.
Dengan metode ini, nilai heritabilitasnya adalah 2 x 0,316 = 0,632.

DAFTAR PUSTAKA
Noor, Ronny Rachman. 1996. Genetika Ternak. Jakarta. PT Penebar Swadaya
Warwick, dkk. 1983. Pemuliaan Ternak. Gagjah Mada University press.
Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah reproduksi unggas

agrostologi

tingkah laku babi