pengujin fisik dan kimia daging
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil
ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan
pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur
dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia
dan fisik bila tidak ditangani dengan baik.
Pengolahan
daging lebih sulit dilakukan karena daging merupakan bahan pangan yang mudah
rusak. Banyak cara yang dilakukan untuk membuat hasil olahannya itu lebih lezat
dan menarik tanpa merusak tekstur daging itu sendiri. Penyimpanan yang salah
akan mengurangi cita rasa serta nilai gizi yang ada di dalamnya. Sama halnya seperti
penyimpanan, proses pengawetan daging juga harus sesuai dengan prosedur dan
dilakukan secara hati-hati agar terhindar dari kontaminasi bakteri.
Kandungan gizi serta penampilan daging dari masing-masing
hewan berbeda-beda, sehingga berbeda pula cara pengolahannya. Penampilan dan
kandungan gizi pada daging sangat menentukan kualitas dari daging itu sendiri.
Kualitas daging bisa dilihat dari warna, tekstur dan baunya. Sehingga sangat
perlu dilakukan uji fisik serta uji organolepik,kimia dan mikroorganisme untuk
mengetahui kualitas dari daging yang akan dikonsumsi.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah
ini adalah untuk mengetahui
metode uji fisik,kimia dan mikroorganisme
pada daging,Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang sifat fisik,
kimia dan mikrobiologis daging.
1.3.
Manfaat
Mengetahui metode yang digunakan dalam
pengujian fisik,kimia dan mikroorganisme pada daging dan mendapatkan informasi
tentang ilmu pengetahuan pengujian pada daging
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Daging
1. Menurut
FDA
Daging
adalah urat daging (otot) yang telah dikuliti dengan baik, berasal dari sapi,
babi, domba, kambing, yang telah cukup dewasa dan sehat pada penyembelihan,
terdiri dari otot-otot pada rangka, lidah, diafragma, jantung, dan esofagus,
tetapi tidak termasuk otot-otot pada bibir, hidung atau moncong, dan telinga.
2. Menurut
Departemen Perdagangan RI
Urat
daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir,
hidung, dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat saat dipotong.
Definisi daging lainnya adalah semua jaringan hewan dan
produk olahannya yang sesuai dan digunakan sebagai makanan. Daging terdiri dari
empat jaringan utama, yaitu jaringan otot (muscle), jaringan ikat, jaringan
epitel dan jaringan saraf. Daging dapat diklasifikasikan berdasarkan:
intensitas warna, yaitu daging merah dan daging putih; dan asal daging. Daging
merah misalnya daging sapi, daging kerbau, daging babi, daging domba, daging
kambing dan daging kuda. Daging unggas misalnya daging ayam, itik dan angsa.
Daging hasil laut misalnya ikan, udang, kepiting, kerang. Daging hewan liar
misalnya kijang, babi hutan. Daging aneka ternak misalnya kelinci, burung
puyuh, dan merpati (Nurwantoro et al, 2003).
Menurut Astawan, (2007) daging
merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu
proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang
lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna
dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral
dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250
kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak
intraselular di dalam serabut-serabut otot, yang disebut lemak marbling. Kadar
lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan
spesies, makanan dan umur ternak. Daging juga mengandung kolesterol, walaupun
dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun
otak. Kadar kolesterol daging sekitar (500 mg/100g) lebih rendah daripada
kolesterol otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500
mg/100 g).
Daging
adalah salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan
oleh manusia, karena zat-zat makanan yang dikandungnya sangat diperlukan untuk
kehidupan manusia, terutama bagi anak-anak yang sedang tumbuh.
2.2.
Komposisi
kimia Daging
Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai
hayati (biologicalvalue) yang tinggi mengandung
:
Sumber
|
Komposisi
Daging
|
|||
|
Protein
(%)
|
Lemak
(%)
|
Air
(%)
|
Mineral
dan
Non-Protein
(%)
|
Forest
et al. 1992
|
19
|
5
|
70
|
6
|
Lawrie
1991
|
18
|
3,5
|
75
|
3,5
|
Romans
et al. 1994
|
20
|
9
|
70
|
1
|
(jumlah
ini akan berubah bila hewan digemukkan, karena akan menurunkan persentase air
dan protein serta meningkatan persentase lemak)
|
Perbedaan
persentase komposisi kimia dalam daging berlemak dan tidak berlemak :
Komposisi
(%)
|
Daging
Tanpa Lemak
|
Daging
Berlemak
|
Air
|
70
|
62
|
Protein
|
20
|
17
|
Lemak
|
9
|
20
|
Abu
|
1
|
1
|
Nilai protein yang tinggi di dalam
daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap. Selain kaya
protein, daging juga mengandung energi, yang ditentukan oleh kandungan lemak di
dalam intraselular di dalam serabut-serabut otot. Daging juga mengandung
kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
bagian jeroan maupun otak. Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral
yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral seperti kalsium,
fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah vitamin C
(Anonimus, 2004). Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada
waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong.
Persentase
komposisi kimia macam-macam daging :
Komposisi
|
Macam
Daging
|
||
Sapi
|
Domba
|
Babi
|
|
Air
(%)
|
66
|
66.3
|
42
|
Protein
(%)
|
18.8
|
17.1
|
11.9
|
Lemak
(%)
|
14
|
14.8
|
45
|
Ca
(mg/gram)
|
11
|
10
|
7
|
P
(mg/gram)
|
170
|
19
|
117
|
Fe
(mg/gram)
|
2.8
|
2.6
|
1.8
|
Vitamin
A (SI)
|
30
|
-
|
-
|
Vitamin
B (mg/gram)
|
0.08
|
0.15
|
0.58
|
Di dalam daging sapi juga terdapat mineral-mineral
seperti kalsium, magnesium, natrium, fosfhor, khorl, besi, belerang, tembaga,
dan mangan. Viatamin yang terdapat
terutama golongan vitamin B (B1, B12, B6, dan B2), viatamin C, A, E, D, dan K. selain itu daging pigmen pemberi warna merah
(mioglobin). Perubahan warna daging dari
karkas menjadi merah cerah karena pembentukan oksimioglobing dan ketika berubah
menjadi coklat karena mioglobin menjadi metmioglobin (Sudarwati, 2007).
2.3.
Pengujian
Fisik Daging
1)
Pemeriksaan Awal Pembusukan
Pemeriksaan awal pembusukan yang
dilakukan dengan uji Eber. Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai
dengan terjadi pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino
akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas). Pada
daging sapi segar, dingin, dan beku yang diperiksa hasilnya negatif dimana
tidak terdapat NH4Cl setelah diuji dengan mengunakan larutan Eber karena pada
daging-daging tersebut belum terbentuk gas NH3 . Pada daging busuk jelas
terlihat gas putih (NH4Cl) pada dinding tabung karena pada daging busuk gas NH3
sudah terbentuk.
Selain uji Eber, bisa dilakukan uji
Postma. Hasil pemeriksaan uji Postma menunjukkan bahwa sampel daging segar
belum mulai terjadi pembusukan, sampel daging dingin dan daging beku juga
menunjukkan hasil negatif. Hasil positif hanya ditunjukkan oleh sampel daging
busuk, yaitu dengan adanya perubahan warna kertas lakmus pada cawan petri. Pada
prinsipnya, daging yang sudah mulai membusuk akan mengeluarkan gas NH3. NH3
bebas akan mengikat reagen MgO dan menghasilkan NH3OH. Pada daging yang segar
tidak terbentuk hasil NH3OH karena belum adanya NH3 yang bebas. Jika tidak
terjadinya perubahan warna kertas lakmus karena MgO merupakan ikatan kovalen
rangkap yang sangat kuat sehingga walaupun terdapat unsur basa pada MgO
tersebut, namun basa tersebut tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika adanya
NH3 maka ikatan tersebut akan terputus sehingga akan terbentuk basa lemah NH3OH
yang akan merubah warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.
Dari hasil uji H2S pada sampel
daging segar menunjukkan bahwa daging tersebut belum terjadi pembusukan, sampel
daging dingin dan daging beku juga menunjukkan hasil negatif. Uji H2S pada
dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi
daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan
Pb acetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna
coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb acetat tersebut. Hanya kelemahan
uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat
dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka
dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan
terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan
amonia.
2)
Pemeriksaan Organoleptik
Pada sampel daging segar yang
diperiksa sangat jelas menunjukkan bahwa daging tersebut masih segar kalau
dilihat dari pemeriksaan secara organoleptik. Dimana baik penampilan, warna,
tekstur dan konsistensinya masih memenuhi kriteria daging yang masih segar.
Pada sampel daging dingin yang diperiksa setelah 24 jam menunjukkan bahwa
daging tersebut belum terjadi pembusukan, pada daging beku yang diperiksa
setelah 7 hari juga menunjukkan belum terjadinya pembusukan. Sampel daging
busuk menunjukkan perubahan yang sangat jelas, dimana bau sudah menjadi amis,
warna merah kehitaman, berlendir dan tekstur licin akibat pengeluaran lendir.
Warna daging pada daging segar
disebabkan oleh adanya pigmen merah keunguan yang disebut myoglobin yang
berikatan dengan oksigen yang struktur kimianya hampir sama dengan haemoglobin.
Tekstur dan konsistensi dari daging sangat ditentukan oleh protein-protein
penyusunnya. Warna daging yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna
tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena
oksigen, perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat reversible
(dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu lama terkena oksigen maka
warna merah terang akan berubah menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen
berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar, mioglobin dapat
mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara,
pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna
merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen
metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna coklat menandakan bahwa
daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak.
(Astawan, 2004).
2.4.
Pengujian Kimia Pada Daging
1)
Malachit Green Test
Pada uji Malachit Green test ini
untuk mengetahui hewan disembelih dengan sempurna atau tidak. Hasil uji yang
dilakukan memberikan hasil negatif, yang berarti daging tersebut berasal dari
hewan yang disembelih sempurna. Penyembelihan dan pengeluaran darah yang tidak
sempurna akan diketahui, karena akan dijumpai banyak Hb dalam daging sehingga
O2 dari H2O2 3% tidak mengoksidasi Malachit Green menyebabkan warna larutan
hijau. Sebaliknya, jika tidak ada Hb, maka O2 akan mengoksidasi Malachit Green
menjadi warna biru. Pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging
cepat membusuk serta mempengaruhi proses selanjutnya. Pengeluaran darah yang
efektif hanya dapat dikeluarkan 50% nya saja dari jumlah total darah (Lawrie,
1995).
Pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan daging
cepat membusuk serta mempengaruhi proses selanjutnya. Pengeluaran darah yang
efektif hanya dapat dikeluarkan 50% nya saja dari jumlah total darah (Lawrie,
1995).
2)
Pengukuran pH Ekstrak Daging
Standar pH daging hewan sehat dan
cukup istirahat yang baru disembelih adalah 7-7,2 dan akan terus menurun selama
24 jam sampai beberapa hari. Jika terjadi pembusukan maka pH nya akan kembali
ke 7. Jarak penurunan pH tersebut tidak sama untuk semua urat daging dari
seekor hewan dan antara hewan juga berbeda. Nilai pH daging post mortem akan
ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses
glikolisis anaerob dan akan terbatas bila hewan terdepresi karena lelah.
Setelah hewan disembelih, penyedian oksigen otot terhenti. Dengan demikian
persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat
dikeluarkan lagi dari otot. Jadi daging hewan yang sudah disembelih akan
mengalami penurunan pH (Purnomo dan Adiono, 1985).
Hasil perhitungan pH daging segar
adalah 7,2 yang berarti daging tersebut berasal dari hewan yang sehat. Setelah
24 jam di dalam refrigerator pH daging mengalami penurunan karena adanya
aktivitas mikroba yang menyebabkan proses glikolisis menghasilkan asam laktat.
Begitu pula yang terjadi pada daging beku. Namun, pada daging busuk pH
meningkat karena penurunan aktivitas mikroba penghasil asam karena persediaan
glikogen yang semakin terbatas dan diikuti aktivitas mikroba penghasil senyawa
basa
2.5.
Penujian
Mikroorganisme Pada Daging
Pengujian mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging biasanya dilakukan untuk beberapa tujuan
seperti: 1) Menjamin keamanan produk pangan secara mikroorganisme biologis, 2)
Mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan 3) Mengetahui daya
awet dari produk pangan. Alasan dari pengguanaan indicator adalah untuk
memantau mutu bahan mentah yang digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk
pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi. Beberapa mikroorganisme
indicator pada daging merah dan unggas dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Mikroorganisme
Indikator pada Produk Daging
Indikator
|
Mikroorganisme
|
Keamanan
|
Salmonella
|
Staphylococcus aureus
|
|
Clostridium
perfringens
|
|
Clostridia mesofilik
|
|
Sanitasi
|
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 35-37°C
|
Kokiform
|
|
Eschericia coli
|
|
Enterokoki
|
|
Daya tahan simpan
|
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 4-10°C
dan 20-30°C
|
Kapang dan khamir
|
|
Bakteri asam laktat (BAL)
|
|
Pseudomonad
|
Ada beberapa Metoge pegujian mikroorganisme
Ø Sterilisasi
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus dalam
keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan kehadirannya,
baik yang mengganggu atau merusak media atau mengganggu kehidupan dan proses
yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang
membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme disebut sterilisasi.
Ada beberapa metode sterilisasi, yaitu:
a.
Sterilisasi secara fisik
Cara membunuh mikroba ini dengan memakai panas (Thermal kill). Panas
tersebut akan mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel.
Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh
panas kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan
biakan mikroba dalam air mendidih akan cepat mati daripada dipanasi secara
kering.
1).
Pemanasan Basah
- Otoklaf
Alat ini serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air. Dalam otoklaf,
yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu
setelah air di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air
ini akan mengalir ke ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di
dalmnya.
- Tyndallisasi
Metode ini berupa mendidihkan medium dengan uap beberapa menit saja. Setelah
didiamkan satu hari, selama itu spora-spora sempat tumbuh menjadi bakteri
vegetatif, maka medium tersebut dididihkan lagi selama beberapa menit. Akhirnya
pada hari ketiga, medium tersebut dididihkan sekali lagi. Dengan jalan demikian
diperoleh medium steril, dan zat-zat organik yang terkandung di dalamnya tidak
mengalami perubahan.
- Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan yang pertamakalinya
dilakukan oleh Pasteur dengan maksud untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pembusuk (perusak) di dalam anggur tanpa merusak anggur tersebut. Suhu yang
dipergunakan pada pasteurisasi adalah sekitar 69oC, dan waktu yang
digunakan adalah 30 menit.
2).
Pemanasan Kering
- Oven
Sterilisasi ini menggunakan udara panas. Alat-alat yang disterilkan ditempatkan
dalam oven di mana suhunya dapat mencapai 160-180oC. Caranya adalah dengan
memanaskan udara dalam oven tersebut dengan gas atau listrik. Oleh karena daya
penetrasi panas kering tidak sebaik panas basah, maka waktu yang diperlukan
pada sterilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1 – 2 jam. Sterilisasi cara
ini baik dipergunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti cawan petri,
pipet, tabung reaksi, labu dan sebagainya.
Ø Metode Hitungan Cawan
Metode hitungan cawan merupakan
metode yang paling sensitif untuk menentukan jasad renik, dengan prinsip jika
sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel jasad
renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1992).
Keuntungan menggunakan metode hitungan cawan dalam menghitung jumlah koloni
pada medium agar adalah sebagai berikut:
1.
Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2.
beberapa jenis jasad renik dapat dihitung secara langsung
3.
dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan
pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan yang dimiliki seperti tersebut di atas,
metode hitungan cawan juga memiliki kelemahan seperti yang termuat dalam
Fardiaz (1992), yaitu:
1.
Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena beberapa
sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni
2.
medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbed
3.
jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk
koloni yang nampak dan jelas, tidak menyebar.
4.
memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan
koloni dapat dihitung.
Metode
hitungan cawan dapat dibedakan dalam dua cara yaitu metode tuang (pour plate)
dan metode permukaan (surface plate) (Fardiaz, 1993).
1. Metode
Tuang (Pour Plate)
Dari
pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut
dipipet ke dalam cawan petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya
waktu antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri
tidak boleh lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut
dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 47-500C
sebanyak 15-20 ml. Selama penuangan medium, tutup cawan jangan dibiarkan dibuka
terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari luar. Segera setelah penuangan
cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati, untuk menyebarkan sel-sel
secara merata, yaitu dengan gerakkan melingkar atau gerakan seperti angka
delapan. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di
dalam incubator dalam posisi terbalik (Fardiaz, 1993).
2. Metoda Permukaan (Surface/Spread Plate)
Pada
pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu dituangkan ke
dalam cawan petri dan biarkan membeku. Setelah membeku dengan sempurna,
kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan
agar tersebut. Sebuah batang gelas melengkung (hockey stick) dicelupkan ke
dalam alcohol 95% dan dipijarkan sehingga alcohol habis terbakar. Setelah
dingin batang gelas tersebut digunakan untuk digunakan untuk meratakan contoh
di atas medium agar dengan cara memutarkan cawan petri di atas meja.
Selanjutnya inkubasi dan perhitungan koloni dilakukan seperti pada metode
penuangan. Tetapi harus diingat bahwa jumlah contoh yang ditumbuhkan
adalah 0,1 ml, jadi harus dimasukkan dalam perhitungan “total count” (Fardiaz,
1993).
3.
Pemeriksaan Mikrobiologi
Dari hasil
pemeriksaan mikroba pada daging sapi segar didapat hasil Total Plate Count
(TPC) adalah 1,5 x 105 bakteri/ml, daging sapi yang telah di simpan di dalam
refrigerator selama 24 jam diperoleh 9,6 x 105 bakteri/ml, daging yang
dibekukan selama 7 hari 2,3 x 106 bakteri/ml, dan pada daging busuk 1,2 x 107
bakteri/ml. Hasil perhitungan TPC dari daging sapi segar dan daging sapi yang
telah disimpan di dalam refrigerator selama 24 jam masih berada di bawah angka
standar yang diperbolehkan untuk dikonsumsi, yaitu 1 x 106 bakteri/ml. Hasil
perhitungan TPC pada daging yang disimpan di dalam freezer selama 7 hari dan
daging busuk didapatkan hasil di atas angka standar yaitu 2,3 x 106 dan 1,2 x
107 bakteri/ml, berarti daging-daging tersebut sudah banyak mengandung bakteri
sehinga tidak baik lagi untuk dikomsumsi.
Hasil
pemeriksaan mikroba yang dilakukan pada kulit ayam lebih tinggi dari angka
maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hasil perhitungan TPC kulit
ayam adalah 8 x 107, padahal batas maksimum cemaran mikroba dalam karkas ayam
mentah berdasarkan SK Dirjen POM No. 03726/8/SK/VII/85 adalah 106 bakteri/ml
dan harus negatif dari Salmonella sp.
Menurut Lawrie (1995) mengatakan
bahwa kontaminasi mikroba pada daging dapat terjadi pada saat hewan tersebut
masih hidup sampai sewaktu akan dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal
dari tanah, kulit hewan, alat jeroan, air pencelupan, alat yang dipakai selama
proses persiapan karkas, kotoran hewan, udara dan dari pekerja.
Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu (a). Faktor
intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b).
Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya
oksigen dan bentuk atau kondisi daging (Fardiaz.dkk, 1992).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengolahan daging lebih sulit
dilakukan karena daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Banyak cara
yang dilakukan untuk membuat hasil olahannya itu lebih lezat dan menarik tanpa
merusak tekstur daging itu sendiri.
Penyimpanan yang salah akan
mengurangi cita rasa serta nilai gizi yang ada di dalamnya. Sama halnya seperti
penyimpanan, proses pengawetan daging juga harus sesuai dengan prosedur dan
dilakukan secara hati-hati agar terhindar dari kontaminasi bakteri.
Komposisi kimia daging terdiri dari
air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang
meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral, dan
vitamin. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan
gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.
pemeriksaan organoleptik merupakan Pada sampel daging segar yang
diperiksa sangat jelas menunjukkan bahwa daging tersebut masih kalau dilihat
dari pemeriksaan secara organoleptik. Dimana baik penampilan, warna, tekstur
dan konsistensinya masih memenuhi kriteria daging yang masih segar.
Pengujian mikroorganisme indicator
pada produk daging merah dan daging
biasanya dilakukan untuk beberapa tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan
produk pangan secara mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi
selama pengolahan, dan 3) Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan
dari pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang
digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk
DAFTAR PUSTAKA
Veteriner. DirektoratKesehatan Masyarakat Veteriner,
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian,
http://www.deptan.go.id.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pengelolaan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu
Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Hal 176 –
313
Komentar
Posting Komentar